Ahli Pidana Sebut Tiga Syarat yang Harus Dipenuhi Sebelum Seseorang Melakukan Pemeriksaan Poligraf
Ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin, Said Karim menilai ada tiga syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang melakukan pemeriksaan lie dete
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin, Said Karim menilai ada tiga syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang melakukan pemeriksaan lie detector atau poligraf.
Hal itu diungkapkan Said Karim saat dihadirkan sebagai ahli meringankan oleh tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Dalam lanjutan sidang pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).p
"Berdasarkan pengetahuan hukum yang saya pahami. Pemeriksaan poligraf itu pemeriksaan seseorang untuk menguji kejujuran dalam memberikan keterangan," kata Said di persidangan.
"Kemudian mengenai pemeriksaan poligraf ini diatur dalam Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2009 Tentang Teknis Standar Pemeriksaan termasuk poligraf," sambungnya.
Said mengungkapkan untuk melakukan pemeriksaan poligraf yang baik dan benar menurut hukum. Dalam peraturan diatur sebelum pemeriksaan dilakukan harus ada hasil pemeriksaan kesehatan dari terperiksa.
"Kemudian ada rekaman psikologi dari terperiksa. Terkahir keadaan terperiksa itu tidak dalam keadaan tertekan barulah dapat menjalani proses pemeriksaan poligraf," jelasnya.
Said lalu mencontohkan bagaimana kalau pemeriksaan poligraf mengeluarkan hasil tetapi syarat tersebut tidak terpenuhi. Menurutnya maka dari itu berarti bahwa hasil pemeriksaan poligraf itu tidak memenuhi syarat dan peraturan yang mengaturnya.
"Sebagi suatu hasil pemeriksaan yang diperoleh tidak berpedoman atas syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi. Maka hasilnya itu tidaklah dapat menjadi bukti suatu tindak pidana," tutupnya.
Adapun dalam persidangan sebelumnya ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Muhammad Arif Setiawan mengungkap bahwa hasil lie detector yang dibacakan ahli yang bisa membacanya bisa jadi alat bukti dalam persidangan.
"Ahli memahami lie detector bukan salah satu barang bukti. Tetapi kalau hasil dari lie detector itu dilakukan dengan prosedur yang benar masih mungkin dimanfaatkan dinilai oleh ahli yang mempunyai kompetensi yang bisa membaca dan kemudian menerjemahkan hasilnya," kata Arif dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023).
Arif melanjutkan dengan demikian yang dijadikan alat bukti bukan hasil dari laporan lie detector. Tetapi pembacaan dari ahli itu.
Baca juga: Saksi Ahli Pihak Kuat Maruf Singgung soal Hasil Tes Poligraf, Sebut Tak Bisa Dijadikan Alat Bukti
Kemudian terkait bahwa dalam tes poligraf pada Perkapolri harus ada persyaratan yang harus dipenuhi. Menurut Arif itu agar hasilnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan dengan pemeriksaan.
"Dengan demikian ahli memahami di dalam peraturan Kapolri itu ada ketentuan prosedur tertentu dalam pemeriksaan lie detector," kata Arif
"Harus ada persyaratan yang harus terpenuhi itu maksudnya adalah kalau persyaratan, prosedur itu dipenuhi dan ikuti diharapkan hasilnya menjadi sesuai dengan pemeriksaan," sambungnya.
Arif melanjutkan karena itu dalam pemeriksaan melanggar ketentuan prosedural yang dilakukan internal di kepolisian. Berarti hal itu melanggar prosedur.
"Dengan demikian ketika proses tanpa prosedur itu sesuatu yang tidak sah," tutupnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.