Dalam Sidang Ricky Rizal, Ahli Pidana Singgung Kasus Pembunuhan Munir dan Kopi Sianida Mirna Salihin
Ahli Pidana Firman Wijaya turut menyinggung kasus tewasnya Munir dan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dalam sidang lanjutan tewasnya Brigadir J.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Pidana Firman Wijaya turut menyinggung kasus tewasnya aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib dan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dalam sidang lanjutan tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dalam sidang kali ini, Firman dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa Ricky Rizal sebagai ahli meringankan.
Pernyataan itu, bermula saat tim kuasa hukum Ricky Rizal menanyakan perihal pasal 338, 340, dan 55 KUHP yang dijatuhkan jaksa penuntut umum (JPU) kepada kliennya.
Mereka menanyakan hal tersebut karena meyakini kalau Ricky Rizal tidak turut terlibat dalam penembakan.
"Kalau dia tidak berbuat atau taruhlah dia bingung tidak melakukan sesuatu, apakah ada akibat dilihat dari unsur-unsur yang ada dalam pasal-pasal itu?" tanya tim kuasa hukum Ricky Rizal dalam sidang Rabu (4/1/2023).
Baca juga: Hakim Wahyu Santoso Cek Lokasi Brigadir J Tewas Ditembak di Rumah Ferdy Sambo
Dari situ, Firman menyebut, ketiga pasal yang dijatuhkan itu sejatinya harus didasari dulu pada sejumlah tolok ukur atau instrumen.
Adapun yang dimaksud yakni, gerakan tubuh yang selaras dengan niat serta pemilihan tempat eksekusi.
"Dia ikut menentukan tujuannya, ya memilih tempat, sarana, memilih alatnya, termasuk mengendalikan. Sebab kalau kita hanya membaca 338, 340 seperti itu method of killing-nya tidak kelihatan. Maka harus bisa dideskripsikan secara logis," kata Firman.
Bermula dari situlah, Firman lantas menyinggung kasus pembunuhan dengan cara diracun yang menyebabkan Munir dan Wayan Mirna meninggal dunia.
Baca juga: Ada Mini Bar di Rumah Dinas Ferdy Sambo, Banyak Minuman Beralkohol Saat Hakim Lakukan Peninjauan
Kata dia, kasus Munir dan Mirna Salihin dapat dijadikan referensi dalam penerapan pasal terkait pembunuhan berencana tersebut.
"Termasuk kasus arsenik pada jeruk yang diberikan kepada almarhum Munir, itu kan arsenik, harus ada ya kan sebagai instrumen. Kira-kira itu contohnya, beberapa contoh kasus sianida misalnya itu sebenarnya kalau saya boleh saya katakan itu bisa menjadi putusan-putusan yang menjadi rujukan, sekalipun mungkin Yang Mulia punya pandangan yang lain terkait asas itu," kata Firman.
Untuk informasi, Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Baca juga: Pengacara Ricky Rizal Sebut Tinjauan ke TKP Pembunuhan Brigadir J untuk Perkuat Keyakinan Hakim
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.