Mardani Ali Sera Sebut 4 Penyakit Demokrasi di Indonesia, Satu di Antaranya Politik Biaya Tinggi
Mardani Ali Sera Mardani Ali Sera mengatakan ada empat penyakit demokrasi di Indonesia.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI sekaligus Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera Mardani Ali Sera mengatakan ada empat penyakit demokrasi di Indonesia.
"Saya mengutip bukunya Ustaz Muhammad Syaiful Iman tentang nasib demokrasi kita ada empat penyakit yang pertama politik biaya tinggi," kata Mardani pada diskusi daring PKS Legislative Corner bertajuk Wacana Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024, Setuju atau Tidak? Jumat (6/1/2022).
Mardani melanjutkan bukan hanya sistem proporsional terbuka tetapi memang persaingan yang tidak sehat.
Politik biaya tinggi akan melahirkan oligarki politik.
"Jadi banyak yang dimodali atau pinjam modal sehingga ketika udah jadi kerjaannya bukan melayani rakyat tapi melayani pemilik modal," katanya.
Baca juga: Kader Muda PKB Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup: Tak Sesuai dengan Semangat Demokrasi
Ketiga, menurut Mardani, interlocking karena masing-masing pemodal punya keperluan untuk menjalankan bisnisnya rata-rata saling mengunci.
"Keempat yang terakhir akhirnya involutif politik. Keputusan politik atau undang-undang kebijakannya lebih kepada elit bukan kepada rakyat,"
"Kalau pembahasan Rancangan Undangan-Undang (RUU) untuk rakyat bisa bertahun-tahun. Tetapi RUU Cipta kerja, Ibu Kota Negara dan RUU yang semacam itu tiga bulan, enam bulan jadi nah itu tidak sehat," tutupnya.
Baca juga: Mardani Ali Sera Sebut Keunggulan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka: Caleg Jadi Dekat dengan Rakyat
Ketua Umum DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menyebutkan bahwa sistem proporsional pemilu yang saat ini tengah digugat beberapa pihak memiliki kekurangan.
Menurut Mardani sistem pemilu proporsional tertutup memungkinkan oligarki bisa pindah ke partai politik. Hal itu bisa terjadi jika tidak ada reformasi internal dari partai politik.
"Kelemahannya kalau proporsional tertutup itu kalau kita melakukan proposal tertutup, tapi tidak ada reformasi di internal partai maka oligarki di luar berpindah ke oligarki di dalam partai," katanya.
Mardani melanjutkan pimpinan partai bisa semena-mena menentukan nomor urut caleg.
Caleg yang dekat dengan pimpinan Parpol dapat nomor urut yang baik yang berprestasi belum terdapat nomor urut yang baik.
"Padahal haknya rakyat mendapatkan calon yang berkualitas itu kelemahannya," tegasnya.
Meski sistem proporsional tertutup punya kekurangan, Anggota DPR Komisi II itu juga mengatakan proporsional tertutup juga punya kelebihan tersendiri.
"Kelebihannya adalah partai akan menjadi institusi yang lebih sehat karena yang dipilih adalah partai, yang punya otoritas adalah pantai, yang akan tumbuh berkembang adalah partai," jelasnya.
Mardani melanjutkan tidak akan terjadi kader kutu loncat misal 2004 jadi kader Golkar, kemudian 2019 jadi kader Demokrat dan 2014 jadi kader PDIP dan terpilih terus.
Menurut Mardani proposional tertutup bakal ada kaderisasi partai yang baik.
"Kalau proporsional tertutup rakyat akan lihat karena cuma nyoblos partai. Mana partai yang baik, keterikatan masyarakat dengan partai akan baik dan biasanya kalau tertutup akan ada kaderisasi yang baik," jelasnya.
Mardani juga menjelaskan bahwa sistem proporsional tertutup sebetulnya pernah dipakai di Indonesia.
"Proporsional tertutup kita pernah gunakan sebelum 2004. Itu adalah menggunakan cara yang sederhana yaitu otoritas banyak diberikan kepada partai karena proposal tertutup kita cuma nyoblos partai. Nanti partai yang menentukan nomor urut calegnya bukan suara terbanyak," tutupnya.