Sejarah Hari Tritura, Aksi Mahasiswa Perjuangkan Kehidupan Sejahtera
Simak sejarah mengenai aksi Tritura pada tahun 1966, aksi tersebut dampak tidak puas dengan pemerintah yang tidak tegas atas aksi G30SPKI
Penulis: Pondra Puger Tetuko
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Simak sejarah dari Hari Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Hari Tritura diperingati setiap 10 Januari tiap tahunnya.
Tahun ini, hari Tritura jatuh pada hari ini, Selasa (10/1/2023).
Hari Tritura sebuah tonggak sejarah lahirnya Orde Baru setelah peristiwa berdarah Gerakan 30 September 1965 (G30S).
Tritura merupakan aksi yang diprakarsai oleh Gerakan Mahasiwa dengan dalih pemerintahan Orde Lama tidak tegas terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI).
Baca juga: Hari Tritura 10 Januari: Latar Belakang, Isi Tuntutan hingga Link Twibbon
Lantas, bagaimana sejarah Tritura?
Sejarah Tritura
Dikutip dari kemdikbud, aksi Tritura terjadi pada 10 Januari 1966, dimana saat itu mahasiswa berdemonstrasi karena tidak puas dan haus keadilan pada pemerintah.
Aksi Tritura berkaitan dengan penentangan peristiwa G30S tahun 1965 dan dikomandoi oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI).
Saat aksi damai dan aksi militan, para mahasiswa tersebut mengangkat Tritura sebagai wujud penderitaan atas krisis nasional yang terjadi.
Aksi Tritura yang terjadi pada 10-13 Januari 1966 mewakili semua rakyat untuk menurunkan harga barang pokok, merombak Dwikora, serta mengenyahkan PKI.
Diketahui, perpecahan politik saat itu memicu perbedaan pendapat antar mahasiswa yang mengakibatkan terpecah belah menjadi sayap kanan dan sayap kiri.
Kelompok sayap kiri berisikan Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), Gerakan Mahasiswa Indonesia (Germindo), Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (Perhimi) hingga Gerakan Mahasiwa Nasional Indonesia (GMNI) yang meragukan bahwa PKI menjadi dalang peristiwa G30SPKI, 1965.
Selain itu, kelompok kanan berisi Himpunan Mahasiwa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiwa Katolik Republik Indonesia (PMKR), dan Pergerakan Mahasiswa islam Indonesia (PMII) yang ingin organisasi tersebut diadili.
Perbedaan pendapat antar mahasiswa itu pun kembali mengakibatkan terlahirnya kelompok baru di dalam PMII, yakni Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI).
KAMI pun sangat yakin bahwa PKI menjadi dalang di balik peristiwa G30S.
Saat itu, kabinet Dwikora pun sulit untuk mempertahankan wilayah Irian Barat yang berkonfrontasi dengan Malaysia hingga berdampak pada kehidupan masyarakat.
Misalnya naiknya harga bahan pokok beras, bensin, hingga kebutuhan lainnya.
Hal tersebut membuat mahasiwa mengunjungi Gedung Sekretariat pada 10 Januari 1966.
Baca juga: Daftar Hari Penting selama Januari 2023, Ada Peringatan Hari Tritura hingga Tahun Baru Imlek
Dikutip dari asahankab, demo pun terjadi yang diikuti oleh kelompok KAMI, Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan AKsi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI).
Saat aksi tersebut, para mahasiwa itu pun mendapat semprotan gas air mata yang mengakibatkan keadaan menjadi kronis.
Mahasiwa pun memperpanjang aksinya itu hingga 13 Januari 1966 yang mendorong Ir Soekarno untuk melakukan reshuffle kabinet.
Hingga pada akhirnya Soekarno pun melakukan reshuffle kabinet pada 21 Januari 1966, tapi hal itu masih belum sesuai dengan keinginan mahasiwa yang mengakibatkan protes kembali pada 24 Februari 1966.
Aksi tersebut menewaskan salah satu mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim dan pemerintah membubarkan KAMI.
Kemudian, KAPPI pun kembali melakukan aksi dengan memporak porandakan Departemen Luar Negeri tempat Menteri Subandrio.
Pemerintah pun melalui MPRS mengadakan stabilitas Landasan Ekonomi yang tercantum dalam ketetapan No. XXIII/MPRS/1966 tentang pembaharuan Kebijakan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan yang pada hakikatnya merupakan suatu konsepsi strategi untuk menanggulangi kemerosotan ekonomi yang terjadi sejak tahun 1955.
Aksi Tritura mahasiswa pada 1966 itulah menjadi wujud resistansi memperjuangkan kehidupan sejahtera bagi kita semua.
(Tribunnews.com/Pondra Puger)