Yusril Bela Jokowi Terbitkan Perppu Cipta Kerja, Sebut Isu Pemakzulan Jauh Memenuhi Kriteria
terlalu jauh mengaitkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan pemakzulan presiden
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) mengenai Ciptakerja, bergulir wacana mengenai potensi pemakzulan karena dengan anggapan telah terjadi pelanggaran dalam aturan konstitusi.
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, terlalu jauh mengaitkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja dengan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Yusril, Presiden Jokowi justru menerbitkan Perppu Cipta Kerja guna melaksanakan putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) agar memperbaiki UU Cipta Kerja.
"Penerbitan Perppu untuk memperbaiki UU Cipta Kerja tersebut nampaknya masih jauh dari memenuhi kriteria alasan pemakzulan," kata Yusril dalam keterangannya, Selasa (10/1/2023).
Menurutnya, merujuk Pasal 7A dan 7B UUD 1945 penerbitan Perppu Ciptaker oleh mantan Walikota Solo itu tidak masuk dalam kriteria yang bisa menghentikan presiden di tengah jalan.
"Kalau dirujuk kepada 7 alasan pemakzulan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tidak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden, sebagaimana diatur Pasal 7A dan 7B UUD 45," ujarnya.
Namun, akan berbeda jika mayoritas anggota DPR menolak pengesahan Perppu dan menganggapnya melanggar UUD 1945.
"Lain halnya jika politik ikut bermain, misalnya DPR menolak pengesahan Perpu tersebut dan DPR berpendapat bahwa isi Perpu tersebut melanggar UUD 45, pintu pemakzulan menjadi mungkin," ujar dia.
Penghentian presiden kata Yusril tidaklah sederhana, pasalnya dengan amandemen UUD 45, kekuasaan membentuk undang-undang bukan lagi pada presiden dengan persetujuan DPR, melainkan sudah bergeser menjadi kekuasaan DPR dengan persetujuan presiden.
"Maka, untuk melaksanakan Putusan MK yang memerintahkan untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam waktu dua tahun, maka lembaga yang pertama-tama harus memperbaiki UU Cipta Kerja itu sesungguhnya adalah DPR yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang," kata Yusril.
Sementara sudah lebih setahun perintah itu diberikan MK, sejak November 2021, tidak terlihat upaya apapun dari DPR untuk mengambil prakarsa memperbaiki UU Cipta Kerja itu.
“Nah, ketika Presiden mengambil prakarsa menerbitkan Perppu untuk memperbaikinya, lantas apakah DPR punya rasa percaya diri untuk menyalahkan Presiden dan berusaha memakzulkannya? Tindakan DPR seperti itu akan menjadi seperti kata dalam peribahasa Melayu: bagai memercik air di dulang, akhirnya terkena muka sendiri,” ujarnya.
Baca juga: Istana Bantah Perppu Cipta Kerja Rugikan Buruh, Pro Pengusaha
Sementara itu sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad membantah dikeluarkannya Perppu tersebut dapat menjadi alasan dilakukannya pemakzulan terhadap Presiden Jokowi.
"Saya pikir tidak ada alasan untuk memakzulkan presiden melalui Perppu atau presiden mengeluarkan Perppu," ucap Dasco.