2 Hal yang Diprotes Pihak Lukas Enembe: Tidak Naik Pesawat Garuda dan Makanannya Nasi di RSPAD
Gubernur Nonaktif Papua Lukas Enembe ditangkap KPK di Kota Jayapura, Papua, pada Selasa (10/1/2023).
Editor: Hasanudin Aco
"Sampai sekarang tim penasehat hukum, keluarga, dokter pribadi, belum bisa ketemu Bapak Lukas," jelas Petrus, Kamis.
"Kami sudah memasukan suratnya dari pagi, menyerahkan ke resepsionis dan diserahkan ke penyidik KPK, dia keluar mengatakan 'Bapak-bapak bersabar dulu, tim dokter KPK dan tim penyidik sedang rapat,'" imbuhnya.
Ia mengaku khawatir tidak ada yang membantu kliennya di RSPAD, karena selama ini ada perawat dan ajudan yang membantu Lukas Enembe.
"Selama pak Lukas sakit, dia memiliki ajudan dan perawat dari segala keperluannya. Sekarang dia tidak ada yang membantu," ujarnya.
Dinyatakan Sehat dan Fit
KPK menangkap Lukas Enembe di Kota Jayapura, Papua, pada Selasa (10/1/2023).
Pada saat itu, KPK langsung membawa Lukas Enembe ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto.
Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Lukas sudah selesai menjalani pembantaran penahanan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
"Dari pemeriksaan tim medis, saat ini yang bersangkutan (Lukas Enembe) telah dinyatakan fit to stand trial sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dalam rangka kelengkapan berkas perkaranya," ujar Ali, Kamis (12/1).
Lukas Enembe bersama Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua.
Tersangka Rijatono Lakka diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp1 miliar setelah terpilih mengerjakan tiga proyek infrastruktur di Provinsi Papua.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara itu, tersangka Lukas Enembe sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com/Kompas.TV