YLBHI Prediksi Pengakuan Jokowi soal 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat Berujung Ilusi dan Retorika
YLBHI memprediksi dan khawatir bahwa pengakuan Jokowi soal 12 kasus pelanggaran HAM berat akan berujung ilusi dan retorika semata jelang Pemilu 2024.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
Kedua, Jokowi justru mengangkat sosok yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM seperti Wiranto, Prabowo Subianto, dan Untung Budiharto.
"Selama pemerintahannya, alih-alih memutus impunitas melalui upaya pengungkapan kebenaran dan memberikan keadilan dengan menyeret para pelaku ke pengadilan serta menjamin ketidaberulangan," tegasnya.
Ketiga, tidak adanya pengakuan dan upaya penyelesaian beberapa peristiwa kasus pelanggaran HAM berat oleh Jokowi yang kini masih berproses di persidangan seperti Kasus Paniai (2014), Operasi Militer Timor Timur (1975-1999), Perisitwa Tanjung Priok (1984), Kasus 27 Juli 1996, Tragedi Abepura (2000), pembunuhan Theys Eluay (2001), dan pembunuha Munir (2014).
Terakhir, YLBHI mengkritik Jokowi yang tidak memiliki roadmap terkait penyelesaian pelanggaran HM berat.
"Pengakuan dan penyesalan tanpa diiringi pengungkapan kebenaran dan kejelasan siapa pelaku dan bagaimana pertanggungjawaban hukumnya justru akan menjadi permasalaham baru," kata YLBHI.
Baca juga: Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Yasonna: Pemerintah Berusaha Pulihkan Hak Korban
YLBHI pun mendesak agar pemerintah memberikan keadilan bagi korban pelanggaran HAM berat seperti hak pemuliham hak atas kebenaran, dan hak atas keadilan agar jaminan ketidaberulangan betul-betul diwujudkan.
"Mendorong pihak berwenang sebagaimana mandat UU Pengadilan HAM untuk segera melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutuan serta mengadili secara independen dan akuntabel semua orang yang diduga bertanggungjawab atas pelanggaran HAM masa lalu," ungkapnya.
Sebelumnya, pada Rabu (11/1/2023), Jokowi mewakili negara telah mengakui adanya 12 pelanggaran HAM berat serta menyesal dan tidak akan membiarkan peristiwa serupa terjadi lagi.
Adapun 12 pelanggaran HAM berat yang diakui Jokowi yaitu peristiwa 1965-1966, penembakan misterius (Petrus) pada 1982-1985, peristiwa Talangsara di Lampung pada 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1989.
Lalu, peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999, pembunuhan dukun santet Banyuwangi pada 1998-1999, peristiwa Simpang KKA di Aceh pada 1999, peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002, peristiwa Wamena Papua pada 2003, dan yang terakhir adalah peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada 2003.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pelanggaran HAM Berat