Sejarah Hari Dharma Samudera, Rangkaian Pertempuran Hingga Gugurnya Komodor Yos Soedarso
Peringatan Hari Dharma Samudera pada hakekatnya merupakan wujud penghormatan kepada para pahlawan, pejuang dan tokoh TNI AL
Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TNI Angkatan Laut menggelar upacara peringatan Hari Dharma Samudera atas KRI Banda Aceh-593 yang sandar di Dermaga Kolinlamil Tanjung Priok Jakarta Utara pada Senin (16/1/2023).
Upacara tersebut dipimpin Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali.
Tema peringatan Hari Dharma Samudera yang digelar TNI AL pada tahun ini adalah "Kobarkan Semangat Perjuangan Samudera Untuk Kejayaan Indonesia".
Baca juga: KSAL: Modernisasi 41 Kapal Perang TNI AL Akan Dilakukan di Indonesia
Peringatan Hari Dharma Samudera pada hakekatnya merupakan wujud penghormatan kepada para pahlawan, pejuang dan tokoh TNI AL yang telah mendarmabaktikan jiwa raganya untuk kejayaan bangsa dan negara dalam berbagai peristiwa pertempuran laut yang terjadi sejak NKRI diproklamasikan.
Rangkaian peristiwa pertempuran laut yang sangat heroik telah tercatat dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia dan ilai-nilai perjuangan dalam pertempuran tersebut juga terus diwariskan kepada generasi penerus, khususnya para kesatria pengawal samudera.
Dimulai pada 4 April 1946 di Selat Bali, perahu-perahu yang membawa pasukan ekspedisi lintas laut Jawa-Bali pimpinan Kapten Laut Markadi terlibat kontak senjata dengan dua landing craft mechanized Belanda.
Unsur patroli Belanda tersebut kemudian berhasil ditenggelamkan.
Pasukan Markadi berhasil mendarat dengan selamat, dan turut memperkuat kesatuan TNI di pulau Bali.
Pada 5 Januari 1947 di Teluk Cirebon, kapal RI Gajah Mada yang sedang melaksanakan latihan gabungan dengan pasukan angkatan darat, terlibat pertempuran dengan korvet dan kapal perusak Angkatan Laut Belanda.
Baca juga: Rapim TNI AL Akan Bahas Isu Terhangat Hingga Sinergitas dengan Polri dan Unsur Lainnya
Setelah berhasil mengusir Korvet HRMS Morotai dari perairan Cirebon, RI Gajah Mada kemudian bertempur menghadapi kapal musuh yang lebih kuat yaitu Destroyer HRMS Kortenaer.
Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu RI Gajah Mada tenggelam dan Letnan Samadikun gugur sebagai pahlawan samudera dalam mempertahankan kedaulatan wilayah perairan NKRI.
Pada 13 April 1947 di Perairan Pulau Sapudi, perahu layar Dermawan pimpinan Kapten Harjanto yang menjalankan ekspedisi lintas laut ALRI ke Sulawesi Selatan bertempur menghadapi dua kapal perang Belanda.
Kapal patroli Belanda RP 107 dapat dipukul mundur, namun serangan mitraliyur korvet HRMS Bacan menghentikan perlawanan Perahu ALRI itu.
Kapten Harjanto dan lima prajurit ALRI gugur dalam peristiwa pertempuran itu.
Kemudian pada 12 mei 1947 di Teluk Sibolga, pasukan pertahanan pantai ALRI Pangkalan Sibolga bersama-sama dengan pasukan TNI di Sibolga, terlibat pertempuran dengan sebuah kapal perang belanda HRMS Banckert yang melanggar kedaulatan perairan RI.
Setelah bertempur dengan gigih selama enam jam, kapal perusak musuh itu dipaksa meninggalkan Teluk Sibolga.
Pada 28 april 1958 di Pelabuhan Balikpapan, Korvet RI Hang Tuah yang akan ditarik dari penugasan operasi menumpas pemberontakan Permesta karena kerusakan mesin, diserang oleh pesawat pembom B-26 Permesta.
Baca juga: TNI AL Kerahkan Kapal Rumah Sakit Evakuasi Ratusan Warga Pulau Bawean yang Terdampak Cuaca Buruk
Korvet yang dikomandani Mayor Laut Ayub Laya itu berusaha menghalau pesawat tersebut dengan senapan mesin kapal.
Karena tidak dapat bermanuver di alur pelabuhan, korvet tidak dapat menghindar dari serangan bom yang menghantam badan kapal dan meledakkan gudang amunisi.
RI Hang Tuah terbakar dan tenggelam dalam serangan itu.
Pada 18 Mei 1958, kapal-kapal ALRI yang tergabung dalam amphibious task group-21 atau atg-21 pimpinan Letnan Kolonel KKO Hunholz terlibat pertempuran dengan pesawat B-26 Permesta di Perairan Ambon dalam perjalanan menuju pertahanan pemberontak Permesta di Morotai.
Serangan bom pesawat musuh itu dibalas dengan tembakan meriam dan mitraliyur anti serangan udara yang terpasang di semua kapal perang.
Pesawat pembom musuh dapat ditembak jatuh dan sekaligus mengakhiri dominasi Permesta di wilayah udara Timur Indonesia.
Pada 15 Januari 1962 di Laut Aru, tiga motor torpedo boat atau MTB yaitu RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, dan RI Harimau menjalankan misi infiltrasi mendaratkan pasukan angkatan darat di pantai sebelah Selatan Fakfak, Irian Barat.
Kehadiran mereka diketahui oleh tiga kapal kombatan Belanda masing-masing HRMS Evertsen, HRMS Kortenaer, dan HRMS Utrecht yang didukung pesawat Neptune.
Baca juga: KSAL: Modernisasi 41 Kapal Perang TNI AL Akan Dilakukan di Indonesia
Pasukan Belanda tersebut mengepung dan membuka serangan udara dengan menembakkan flare dan roket terhadap tiga MTB ALRI.
Komodor Yos Soedarso yang berada di RI Macan Tutul memerintahkan kapal untuk maju menyongsong kedatangan kapal kapal Belanda tersebut.
Manuver tersebut untuk mengalihkan perhatian agar semua serangan musuh tertuju pada RI Macan Tutul.
Tembakan-tembakan meriam kapal Belanda kemudian mengenai anjungan kapal cepat torpedo Angkatan Laut itu.
Dalam situasi yang sangat genting tersebut Komodor Yos Sudarso tetap gigih bertempur dengan mengumandangkan seruan "Kobarkan terus semangat pertempuran" melalui radio telefon.
RI Macan Tutul tenggelam dan Komodor Yos Sudarso gugur secara gagah berani dalam pertempuran tersebut sebagai kusuma bangsa.
Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Julius Widjojono mengatakan hal yang juga perlu diteladani dari Komodor Yos Soedarso dan pasukannya yang gugur pada saat itu adalah militansi dan loyalitas.
Baca juga: Rapim TNI AL Akan Bahas Isu Terhangat Hingga Sinergitas dengan Polri dan Unsur Lainnya
Julius mengatakan, pada saat pertempuran tersebut sebenarnya Komodor Yos sudah mengetahui bahwa kapal-kapal perang Angkatan Laut yang dipimpinnya tidak dalam keadaan siap untuk melakukan operasi.
"Namun demikian, beliau tetap menjalankan perintah meskipun akhirnya gugur dalam pertempuran tersebut. Hal itulah yang menjadi warisan bagi para prajurit TNI Angkatan Laut hingga saat ini," kata Julius di Dermaga Kolinlamil Tanjung Priok Jakarta Utara pada Senin (16/1/2023).