DPR Minta Pemerintah Jelaskan ke Publik Unsur Kegentingan Memaksa Penerbitan Perppu Cipta Kerja
Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay mengatakan saat ini pihaknya masih terus melakukan kajian secara mendalam terkait terbitnya Perppu
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja saat ini masih dalam pembahasan di DPR.
DPR belum mengeluarkan keputusan menerima atau menolak terbitnya Perppu tersebut.
Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay mengatakan saat ini pihaknya masih terus melakukan kajian secara mendalam terkait terbitnya Perppu Cipta Kerja tersebut.
"Bahwa setiap produk perppu, tentu perlu mendapat persetujuan DPR. Untuk itu, perlu ada kajian. Masing-masing partai akan membahas dan memberikan pandangannya. Pada akhirnya, DPR secara kelembagaan akan menyatakan pendapat menerima atau menolak. Jika menerima, berarti berlaku, jika menolak berarti tidak berlaku. Pada posisi ini, DPR tidak berhak menambahi dan mengurangi substansi dan isi perppu tersebut," kata Saleh saat dikonfirmasi Tribun, Selasa(19/1/2023).
DPR lanjut Saleh juga belum sepenuhnya membaca Perppu tersebut. Selain baru diterbitkan, Perppu tersebut juga berisi banyak pasal-pasal. Dibutuhkan waktu lebih luas untuk mempelajarinya.
"Perppu itu kan diterbitkan 30 Desember. Kita sendiri baru dapat isinya dua hari ini. Jadi, belum tuntas mempelajarinya secara mendalam," ujar Saleh.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional(PAN) tersebut melihat ada dua hal penting dalam Perppu Cipta Kerja. Pertama, apa ketentuan baru yang masuk di dalamnya. Kedua, apa perbedaannya dengan UU Cipta Kerja yang sudah disahkan sebelumnya.
"Dari situ nanti baru kita bisa membandingkan apa yang sudah baik, yang perlu disempurnakan, yang perlu dilengkapi dengan aturan turunan, dan seterusnya," ujar Saleh.
Dalam konteks kegentingan, lanjutnya adalah tugas pemerintah untuk menjelaskan ke publik. Apakah betul bahwa resesi ekonomi global bisa dijadikan sebagai pertimbangan. Pertimbangan untuk menyebutkan adanya kegentingan yang memaksa.
Baca juga: Tolak Perppu Cipta Kerja, Presiden Partai Buruh: Negara Kok Jadi Agen Outsourcing?
"Yang menerbitkan perppu kan pemerintah. Nah, yang berhak menjelaskan soal kegentingannya adalah pemerintah. DPR dan masyarakat adalah bagian yang ikut untuk menilai soal kegentingan tersebut. Masalahnya, aspek kegentingan itu kan belum dijelaskan secara rinci. Mungkin masih ada aspek-aspek lainnya. Kita tunggu saja penjelasan yang mungkin akan disampaikan pemerintah dalam waktu dekat ini," ujarnya.
Saleh juga mendengar sayup-sayup, Perppu Cipta Kerja juga dikeluarkan untuk menggugurkan keputusan MK yang mengatakan bahwa UU Ciptaker itu inkonstitusional bersyarat.
"Apa betul seperti itu? Apa benar dengan keluarnya perppu ini, status inkonstitusional bersyarat jadi hilang? Ini pun pemerintah yang mestinya menjelaskan. Bagaimana kalau nanti setelah berubah jadi UU, lalu judicial review lagi ke MK. Lalu MK mengambil keputusan yang sama? Kalau ini, mungkin para ahli hukum dan tata negara yang bisa menganalisis dan berkomentar. Masyarakat tentu tidak bisa membaca secara detail persoalan hukum seperti ini," kata Saleh.
"Selain itu perlu ditegaskan Fraksi PAN akan membahas dan mempelajari ini secara baik agar menghasilkan keputusan terbaik pula," tutup Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (2010-2014) ini.(Willy Widianto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.