Wakil Ketua Komisi II DPR RI Jelaskan 5 Parameter Jika Sistem Proporsional Tertutup Ingin Diterapkan
sistem proporsional tertutup pernah kita gunakan sebelumnya dan itu mencapai puncaknya pada masa orde baru
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin mengatakan, ada parameter untuk menjadi bahan pertimbangan diterapkannya sistem proporsional tertutup di pemilihan umum (Pemilu).
"Parameter yang menurut saya penting dipertimbangkan minimal 5."
Ia menuturkan, parameter tersebut, pertama terkait alasan historis.
"Karena sistem proporsional tertutup pernah kita gunakan sebelumnya dan itu mencapai puncaknya pada masa orde baru," kata Yanuar, dalam diskusi publik bertajuk "Kedaulatan Rakyat vs Kedaulatan Partai", di kantor DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2023)
Menurutnya, saat itu kedaulatan partai politik begitu kuat.
Baca juga: Profil Yanuar Prihatin, Ketua Bidang Pengembangan SDM DPP PKB 2019-2024 Sekaligus Anggota DPR RI
"Seluruh calon legislatif (caleg) termasuk sampai nomor urutnya itu urusan partai. Kita pemilih tidak ada akses sedikit pun," sambung Yanuar.
Alasan kedua, Yanuar menjelaskan, terkait kedaulatan rakyat.
"Jika kita sepakat bahwa demokrasi intinya adalah pemegang kedaulatan rakyat. Maka pertanyaannya kedaulatan rakyat lebih cocok ditempatkan di proporsional terbuka atau tertutup?" ujarnya.
Selanjutnya, alasan ketiga, kata Yanuar, perihal pendewasaan budaya politik.
"Lebih bagus bersemayam di proporsional tertutup atau terbuka?," katanya.
Ia kemudian menganalogikan sistm proporsional tertutup dengan dunia.
"Dalam dunia yang tertutup maka semua gelap, bahkan dalam dunia yang tertutup tidak semua orang bisa masuk," katanya.
"Tapi kalau ruang terbuka lebih terang cahayanya, jauh lebih bisa menampung banyak orang," jelasnya.
Ia juga mengatakan, dengan sistem proporsional terbuka kompetisi Pemilu akan semakin terjadi. Sehingga kemungkinkan pendewasaan politik Indonesia akan lebih terjadi.
Terakhir, kata Yanuar, alasan terkait kebebasan individu untuk melakukan usaha meningkatkan kesejahteraan hidup.
"Hari ini ada tren terkait dengan kebebasan individu untuk melakukan mobilitas vertikal ke atas. Ini hak asasi yang tidak boleh ditutup oleh siapapun," kata Yanuar.
Menurutnya, dalam sistem proporsional tertutup, monopoli pencalonan atau karier politik pribadi akan jauh lebih banyak ditentukan oleh beberapa gelintir orang.
"(Sehingga) tidak banyak orajg memiliki kesempatan untuk tumbuh."