Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kuasa Hukum Heran Mengapa Tuntutan Jaksa ke Bharada E Lebih Tinggi Ketimbang Putri Candrawathi

Padahal Putri bersama suaminya Ferdy Sambo disebut sebagai otak pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Kuasa Hukum Heran Mengapa Tuntutan Jaksa ke Bharada E Lebih Tinggi Ketimbang Putri Candrawathi
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
Kuasa hukum terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Ronny Talapessy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Richard Eliezer alias Bharada E, Ronny Talapessy mengaku heran mengapa kliennya yang berstatus sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama membongkar perkara justru mendapat tuntutan hukuman yang lebih tinggi dibanding Putri Candrawathi.

Padahal Putri bersama suaminya Ferdy Sambo disebut sebagai otak pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Dalam hal ini, Richard Eliezer sudah berani jujur dan kemudian tuntutannya juga tinggi diantara terdakwa lain yang jadi otak pembunuhan ini, biarlah publik yang menilai," kata Ronny dalam tayangan Kompas TV, Rabu (18/1/2023).

Baca juga: Ini Peran Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka RR, Kuat, dan Bharada E dalam Pembunuhan Brigadir J

Ronny pun menyatakan akan terus berjuang membela Bharada E yang ia sebut sebagai orang kecil kelas bawah dengan melawan kesewenan-wenangan dari mereka yang menjabat posisi kelas atas seperti Ferdy Sambo.

Pihak Bharada E akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi yang akan dibacakan pada pekan depan di sidang berikutnya.

"Kami akan terus berjuang, perjuangan kami tidak akan sampai di sini, kami yakin bahwa keadilan ada untuk orang kecil, untuk orang yang tertindas," ungkapnya.

Berita Rekomendasi

"Kami akan memberikan nota pembelaan yang terbaik untuk adik kami Richard Eliezer agar ke depan tidak terjadi seperti ini lagi, sewenang-wenangan antara kelas atas dan kelas bawah yang dianggap bisa dikorbankan begitu saja," pungkas dia.

Sebagai informasi terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Dalam menjatuhkan tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman Richard Eliezer.

Diantaranya, hal yang memberatkan tuntutan terdakwa merupakan eksekutor yang mengakibatkan hilangnya nyawa Brigadir J.

Akibat perbuatan terdakwa, jaksa menilai terjadi keresahan dan kegaduhan yang meluas di tengah masyarakat.

Sementara hal yang meringankan, Richard Eliezer merupakan saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator untuk membongkar kejahatan dalam perkara ini. Selain itu terdakwa juga belum pernah dihukum dan berlaku sopan serta kooperatif selama persidangan.

Richard Eliezer juga disebut telah menyesali perbuatannya, dan perbuatan tersebut telah dimaafkan oleh pihak dari keluarga korban.

"Terdakwa menyesali perbuatannya, serta perbuatan terdakwa telah dimaafkan oleh keluarga korban," kata jaksa.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum telah lebih dulu menjatuhkan tuntutan kepada terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman pidana seumur hidup, serta Ricky Rizal,  Kuat Maruf dan Putri Candrawathi dengan hukuman 8 tahun penjara.

Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tanggapan LPSK

Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) menyesalkan keputusan jaksa penuntut umum (JPU) yang menjatuhkan tuntutan 12 tahun penjara kepada Terdakwa Richard Eliezer (Bharada E).

Hal ini disampaikan Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas pascapembacaan tuntutan untuk Richard Eliezer di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"(Richard Eliezer) dituntut 12 tahun kami sangat menyesalkan," kata Susilaningtyas.

LPSK, kata dia menyesalkan tuntutan tersebut mengingat Richard Eliezer menyandang status Justice Collaborator (JC).

Sebagai JC, Richard Eliezer telah menunjukkan komitmen dan konsistensinya dalam memberikan keterangan selama persidangan sehingga kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dapat terbuka secara terang benderang.

"Richard kan sudah kita tetapkan sebagai JC, dan dia sudah menunjukkan komitmen dan konsistensinya mengungkap kejahatan ini secara terang benderang," jelas dia.

"Bahkan kalau tidak ada pernyataan, pengakuan dari Richard kasus ini tidak akan terbuka bahwa ini adalah sebiuah kejahatan tindak pidana pembunuhan."

Meski demikian, dia menyebut LPSK LPSK tetap menghormati kerja dari JPU karena selama ini sudah bekerja sama dengan LPSK dalam pengungkapan kasus-kasus lainnya, termasuk dalam perkara pembunuhan Brigadir Yosua.

"Tapi kami sangat menghargai dan menghormati kerja dari teman-teman JPU," ucapnya.

"Karena selama ini JPU juga kerjasama dengan LPSK, komunikasi dengan LPSK dalam proses peradilan pidana selama ini, proses pengungkapan perkara juga sangat baik."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas