Kuat Maruf, Ricky Rizal dan Putri Dituntut 'Hanya' 8 Tahun, Kenapa Richard Eliezer Justru 12 Tahun?
Ricky Rizal, Kuat Maruf, dan Putri Candrawathi dituntut 8 tahun penjara, kenapa Richard Eliezer justru dituntut 12 tahun?
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ricky Rizal, Kuat Maruf, dan Putri Candrawathi dituntut 8 tahun penjara, kenapa Richard Eliezer justru dituntut 12 tahun?
Seperti diketahui, Richard Eliezer merupakan salah satu dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Sementara empat terdakwa lainnya adalah Ricky Rizal, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Maruf.
Mereka berlima didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati atau seumur hidup.
Dalam persidangan sebelumnya, Senin (16/1/2023), Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut dengan hukuman pidana penjara selama delapan tahun.
Sedangkan, pada Selasa (17/1/2023) Ferdy Sambo dituntut dengan hukuman pidana penjara seumur hidup.
Sementara kemarin, di hari yang sama dengan sidang tuntutan Richard Eliezer, Putri Candrawathi dituntut hukuman penjara selama delapan tahun.
Baca juga: Jaksa Sebut Richard Eliezer Bertugas Tembak Yosua, Ferdy Sambo Menjaga lewat Skenario
Tuntutan terhadap Richard Eliezer yang lebih besar dari tiga terdakwa lainnya membuat banyak pihak bertanya-tanya.
Mereka berpendapat jaksa seakan tak mengindahkan status justice collaborator (JC) atau saksi yang bekerja sama membongkar perkara yang dimiliki oleh Richard Eliezer.
Apa pertimbangan jaksa?
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pembunuhan Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E, hukuman 12 tahun penjara.
Tuntutan untuk Bharada E itu dibacakan JPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (18/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan dipotong masa penangkapan " kata JPU di PN Jakarta Selatan, dikutip dari Breaking News KompasTV.
JPU mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan terhadap terdakwa.
Hal yang memberatkan Bharada E karena merupakan eksekutor yang membunuh Brigadir J.
"Terdakwa merupakan eksekutor yang menyebabkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," ujar JPU.
Kemudian hal yang meringankan, satu diantaranya karena Bharada E sebagai saksi pelaku yang bekerja sama untuk menguak kejahatan ini.
Seperti diketahui, Bharada E direkomendasikan oleh LPSK sebagai Justice Collaborator (JC) di kasus ini.
Jaksa menyimpulkan, Bharada E terbukti melakukan perbuatan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Bharada E dinilai melanggar Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan hukuman penjara maksimal seumur hidup dan pidana mati.
Berikut selengkapnya mengenai pertimbangan JPU atau hal yang memberatkan dan meringankan tuntutan terhadap Bharada E:
Hal- hal yang memberatkan
- Terdakwa merupakan eksekutor yang menyebabkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
- Perbuatan terdakwa telah menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban.
- Akibat perbuatan terdakwa membuat keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat.
Hal-hal yang meringankan
- Terdakwa merupakan saksi pelaku yang bekerja sama untuk membongkar kejahatan ini.
- Terdakwa bekum pernah dihukum, berlaku sopan dan kooperatif di persidangan.
- Terdakwa menyesali perbuatannya.
- Perbuatannya telah dimaafkan oleh keluarga korban.
Keluarga Brigadir J kecewa
Roslin Simanjuntak kecewa setelah mendengar Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dituntut 12 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, keponakannya.
Menurut dia, mestinya jaksa penuntut umum menuntut Bharada E dengan hukuman di bawah tuntutan Putri Candrawati yakni hanya 8 tahun penjara.
Ia beralasan Eliezer sudah bersaksi dan menyatakan kebenaran sehingga kasus pembunuhan Brigadir J terbongkar.
“Itulah hukum di Indonesia ini tidak adil, memang kalau sesuai dengan dakwaan JPU pembunuhan berencana harus 15 tahun, tapi Eliezer kan sudah bersaksi, menyatakan kebenaran dan membuka semua rencana-rencana mereka,” kata Roslin Simanjuntak seperti dikutip dari Kompas.TV, Rabu (18/1/2023).
“Seharusnya Eliezer bukan (dihukum) di atas Putri Candrawathi ya, harusnya di bawahnya, ini malah terbalik hukum di Indonesia ini, inilah di Indonesia hukum runcing ke bawah tapi tumpul ke atas," katanya.
Roslin Simanjuntak mengatakan, keluarga Brigadir Yosua memahami apa yang dilakukan oleh Richard Eliezer dikarenakan perintah Ferdy Sambo.
“Karena memang dia keadaan terpaksa ya oleh pimpinannya seorang jenderal yang memerintah, jadi otomatis dia melakukannya,” ujar Roslin Simanjuntak.
Disamping itu, lanjut Roslin Simanjuntak, Richard Eliezer selama proses hukum dan jalannya persidangan sudah mengakui kesalahannya dan bertobat.
“Dan juga dia membuka bagaimana skenario Ferdy Sambo, seharusnya hukumannya lebih rendah dari Putri Candrawati,” ucap Roslin Simanjuntak.
Oleh karena itu, Roslin Simanjuntak berharap hakim lebih bijaksana untuk memberi putusan kepada para terdakwa tewasnya Brigadir yosua.
“Kami menginginkan dan mengharapkan keadilan yang sebenar-benarnya, agar hukum di Indonesia ini tidak tumpul ke atas,” tegas Roslin Simanjuntak.
Keluarga Richard Eliezer Terpukul
Atas tuntutan 12 tahun penjara untuk Richard Eliezer, keluarga Richard mengaku terpukul.
Ini seperti dikatakan Roy Pudihang, paman dari Richard Eliezer.
"Kami keluarga merasa terkejut, terpukul dengan hukuman yang dijatuhkan hukuman 12 tahun."
"Kami yakin kebenaran pasti akan berlaku untuk anak kami Richard Eliezer," katanya dalam tayangan Breaking News Kompas TV, Rabu (18/1/2023).
Roy mengatakan, keluarga masih berharap majelis hakim memberikan keadilan bagi Richard Eliezer.
"Memohon kepada Pak Hakim akan memberikan hukuman yang seadil-adilnya kepada Richard Eliezer," ucap Roy.
Selanjutnya, Roy menyebut, pihaknya tetap mendukung Kuasa Hukum Richard Eliezer, Ronny Talapessy, mendampingi keponakannya dalam proses persidangan.
Penjelasan Kejagung
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Fadil Zumhana mengungkapkan parameter jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) dengan 12 tahun penjara.
Fadil mengatakan, tuntutan selama 12 tahun diberikan karena Bharada E memiliki keberanian untuk melakukan penembakan.
"Richard Eliezer memiliki keberanian, maka jaksa menyatakan Richard sebagai pelaku yang menghabisi nyawa dari pada korban Yosua," ujar Fadil seperti dikutip dari Kompas TV, Rabu (18/1/2023).
Dengan demikian, JPU berpandangan bahwa Bharada E juga merupakan pelaku penembakan.
"Sehingga ketika kami menetapkan (tuntutan) 12 tahun itu kepada Richard, parameternya jelas dia sebagai pelaku," ujarnya.
Fadil tidak memungkiri bahwa penembakan yang dilakukan Bharada E diperintah Ferdy Sambo.
Akan tetapi, Bharada E tetap dinilai sebagai pelaku penembakan yang menewaskan Yosua.
"Richard berani menghabisi nyawa orang lain dengan senjatanya atas perintah Pak Ferdy Sambo ini, kami menganggap itu sebagai suatu keberanian yang menimbulkan kematian bagi orang lain," ungkapnya.
Dengan demikian, menurut Fadil, keputusan JPU menuntut Bharada E selama 12 tahun penjara sudah tepat.
"Dari segi kami ada parameter yang jelas, dan kami nyatakan tuntutan 12 tahun Richard sudah tepat, jaksa kami sudah tepat," kata Fadil.
Adapun JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dihukum selama 12 tahun penjara, Rabu (18/1/2023).
Bharada Eliezer dituntut 12 tahun penjara karena dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.