Burhan Muhtadi: Tak Ada Demokrasi Tanpa Parpol, Publik Jangan Nyinyir Orang Baik yang Masuk Parpol
Dr Burhanuddin Muhtadi menyampaikan sejumlah catatan penting terkait pelembagaan partai politik (parpol) di Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
Ketiga, faksi yang terbentuk secara formal dan terorganisasi, seperti kasus Italia dan Jepang. Eksistensi faksi dalam konteks ini diakui dalam AD/ART.
Burhanuddin memberi penjelasan panjang bahwa kondisi pelembagaan partai itu terjadi di tengah situasi bahwa tidak ada demokrasi tanpa ada parpol.
“Sebab no democracy without political party. Tak ada resep demorkasi tanpa parpol. Maka bila mau memperbaiki demokrasi, kuncinya adalah bikin parpol jadi lebih baik. Kalau parpol memburuk, maka tingkat kepecayaan publik pada demokrasi juga memburuk. Maka demokrasi tergantung pada seberapa baik institusionalisasi partainya. Semakin baik institusionalisasi parpol, semakin baik demokrasinya,” bebernya.
Di Indonesia, bisa ditemukan parpol yang bersifat catch all party atau melakukan apapun juga demi memperoleh suara; serta partai kartel dimana ada dikoneksi parpol dengan massanya serta hanya berorientasi memperebutkan sumber daya negara saja.
“Kalau parpol makin tak tergantung dengan sumbangan anggota dan warga negara, jangan salahkan partai kalau tak ada perasaan bertanggung jawab parpol kepada publik karena seluruh pembiayaan partai dicari sendiri,” kata Burhan.
Burhan juga menyinggung realitas politik Indonesia saat ini dimana identifikasi masyarakat dengan partai politik atau party id semakin menurun.
Pada tahun 1999, party id mencapai 83 persen.
Survei terbaru menunjukkan angkanya tersisa 6,8 persen, dimana dari itu yang paling besar adalah PDI Perjuangan (PDIP) dan PKS.
“Orang yang mau menjadi anggota parpol juga semakin menurun,” imbuh Burhan.
Dari sisi ideologi partai politik di Indonesia, Burhanuddin menjelaskan nyaris tidak ada perbedaan karakter ideologi partai politik.
Dari sisi ideologi ekonomi, hasil riset menemukan semua parpol cenderung berideologi ekonomi tengah, yakni berusaha berposisi seimbang dalam isu kesetaraan dan isu pembangunan ekonomi.
Perbedaan ideologi hanya berbeda terkait isu agama dan Pancasil. Parpol seperti PDIP dan Nasdem cenderung menegaskan agama jangan masuk terlalu dalam ke isu politik, berbeda dengan PPP dan PKS yang menyatakan ideologi sebaliknya.
“Artinya kalau jualan isu ekonomi, semua parpol hampir sama. Irisan ideologi nyaris sama. Perbedaaanya di isi agama,” kata Burhan.
Dalam hal fungsi intermediasi partai, umumnya selain tingkat kedekatan pemilih dengan partai juga rendah, partai juga dinilai kurang bagus kinerjanya.