Bos KSP Indosurya Divonis Bebas, Praktisi Hukum: Perlu Upaya Alternatif Pulihkan Kerugian Korban
Berdasarkan perhitungan, kerugian yang ditimbulkan oleh KSP Indosurya sebanyak Rp106 triliun dan dan merugikan 23.000 orang.
Penulis: Erik S
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi Hukum Ahmad Irawan memberikan pendapat terkait vonis bebas bebas terhadap bos Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta (KSP Indosurya), Henry Surya.
Henry Surya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging) karena Pengadilan memutuskan kasus KSP Indosurya bukan merupakan tindak pidana, melainkan perkara perdata.
Menurut Ahmad Irawan menilai, dari sisi prinsip hukum, perbuatan dan pertanggungjawaban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.
Apalagi perbuatan tersebut melanggar hukum dan merugikan orang lain.
Berdasarkan perhitungan, kerugian yang ditimbulkan oleh KSP Indosurya sebanyak Rp106 triliun dan dan merugikan 23.000 orang.
"Suatu angka yang sangat besar yang pernah dilakukan oleh suatu koperasi," kata Ahmad Irawan dalam keterangan tertulis, Senin (30/1/2023).
Menurutnya, perbuatan melawan hukum dan merugikan orang lain dapat dilakukan upaya gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
"Hanya saja selama ini gugatan PMH atau Wan Prestasi seringkali tidak efektif sebagai sarana pemulihan kerugian, apalagi menyangkut eksekusi yang sifatnya materiil dan berupa aset pelaku," kata advokat sekaligus kurator ini.
Baca juga: Kabareskrim Polri Siap Buka Kasus Baru Bos KSP Indosurya
Jika perbuatan KSP Indosurya dianggap sebagai sebuah perbuatan perdata, kata Ahmad Irawan, sebenarnya yang paling efektif adalah upaya kepailitan.
Kurator dapat melakukan sita umum terhadap keuangan dan aset KSP Indosurya dan selanjutnya dilakukan pengurusan atau pemulihan kerugian korban.
"Bahkan dapat dikatakan upaya ini dari sisi hukum dan praktik akan lebih efektif dibandingkan dengan sita pidana," ujarnya.
Namun jika mengikuti perkara KSP Indosurya, banyak upaya kepailitan yang diajukan justru dimentahkan pada tahapan kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Sebelumnya KSP Indosurya telah dinyatakan pailit di Pengadilan Niaga tapi saat ini masih ada upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
Tantangan semakin berat setelah keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2022 pada tanggal 15 Desember 2022.
Salah satu poin dalam bagian perdata khusus ditentukan bahwa Permohonan Pernyataan Pailit dan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap koperasi hanya dapat diajukan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang perkoperasian.
Selain itu, kepailitan usaha Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang izinnya dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya dapat diajukan oleh OJK.
Menurut Ahmad Irawan, SEMA Nomor 1/2022 telah mempersulit kreditur KSP Indosurya dan justru memberi keuntungan pada KSP Indosurya karena berbagai upaya kepailitan yang saat ini sedang jalan dan berproses di MA diajukan oleh kreditur sesuai UU PKPU dan Kepailitan, bukan oleh Menteri Koperasi atau oleh OJK.
"Dengan demikian, menurut saya SEMA Nomor 1/2022 bertentangan dengan UU Nomor 17/2012 tentang Perkoperasian. Wewenang Menteri Koperasi di dalam undang-undang tersebut adalah melakukan tindakan pembubaran terhadap koperasi yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsdee), bukan wewenang mengajukan upaya hukum kepailitan," katanya.
Ahmad Irawan berharap momentum bebasnya KSP Indosurya dari jerat pidana dapat membuka mata banyak pihak terhadap berbagai perkara yang melibatkan KSP Indosurya dan alternatif upaya yang dapat dilakukan.
"Masyarakat, anggota, pengurus dan atau kreditur KSP Indosurya mendapatkan kembali berbagai haknya dengan cara yang efisien dan efektif," katanya.