Golkar Tolak Usulan Cak Imin Hilangkan Jabatan Gubernur: Gimana Ceritanya, Ada UU yang Mengatur
Dave Laksono menyatakan bahwa usulan Cak Imin tersebut dinilainya tidak logis
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar menolak usulan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang menginginkan hilangkan jabatan gubernur dari struktur pemerintahan.
Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono menyatakan bahwa usulan Cak Imin tersebut dinilainya tidak logis. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan Undang-undang (UU) yang berlaku.
Baca juga: Cak Imin Usul Pemilihan Gubernur Tidak Lagi Pakai Sistem Pemilihan Langsung
"Gimana ceritanya, itu kan ada UU yang mengatur," kata Dave Laksono saat dikonfirmasi, Senin (30/1/2023).
Dave menyampaikan bahwa revisi UU untuk dapat merealisasikan usulan Cak Imin itu dinilai sangat rumit. Sebaliknya, usulan itu juga bakal mengurangi hak masyarakat.
"Masih jauh yah menurut saya, karena mengubah UU itu sebuah tugas yang sangat rumit. Dan ini kan berarti mengurangi hak rakyat," jelasnya.
Di sisi lain, Dave menambahkan pihaknya masih belum membahas mengenai usulan Cak Imin tersebut di internal Golkar.
"Belum ada pembahasan mengenai itu diinternal kami," tukasnya.
Baca juga: Cak Imin Minta Jabatan Gubernur Dihilangkan dari Struktur Pemerintahan, Ini Alasannya
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menginginkan adanya perubahan sistem politik di Indonesia. Nantinya, Cak Imin ingin jabatan gubernur dihilangkan dari struktur pemerintahan.
Awalnya, Cak Imin mengungkapkan kelemahan politik era reformasi yang kini semakin pragmatis. Ia menuturkan bahwa politik terus berkompetisi tiada henti selama 24 jam.
"Salah satu kelemahan era reformasi yang paling mendesak diatasi adalah politik yang pragmatis, kompetisi yang tidak ada henti. Kelihatannya damai tapi kompetisinya tidak pernah berhenti 24 jam. Ini sistem yang melelahkan," kata Cak Imin dalam acara sarasehan nasional satu abad Nahdlatul Ulama (NU) di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Senin (30/1/2023).
Baca juga: Cak Imin: Reshuffle Hendaknya Tidak Sekadar Politis, Tetapi Meningkatkan Kinerja Pemerintahan
Dijelaskan Cak Imin, kondisi ini membuat pemilu kini semakin membutuhkan uang. Dia bilang, uang akan menentukan perilaku pemilih dan kemenangan dalam Pemilu.
"Dimana pemilu yang pragmatis bahwa uang yang menentukan banyak hal dalam perilaku pemilu yang itu artinya masa depan kader-kader NU juga agak madesu, masa depan suram," jelasnya.
Lebih lanjut, Cak Imin menambahkan bahwa hal ini berdampak besar terhadap aktivis-aktivis Nahdlatul Ulama (NU) yang ingin mendapatkan jabatan publik. Sebab mayoritasnya, mereka tak memiliki uang untuk bersaing dalam kontestasi politik.
Baca juga: Diminta Kiai Segera Deklarasi Capres, Cak Imin: Ramadan Bulan Sangat Efektif untuk Berkampanye
"Karena aktivis-aktivis NU yang selama ini bisa murah sampai bisa duduk jabatan-jabatan publik sekarang berhadapan dengan lapangan yang sangat pragmatis. Jadi kader kader yang mau nyaleg ini sudah membuat kita stress duluan karena modalnya cekak, popularitasnya juga rendah," ungkapnya.
Dia pun mencontohkan kadernya Cucun Ahmad Syamsurijal yang kini harus berupaya meningkatkan elektabilitas demi bersaing dengan orang yang memiliki banyak uang.
"Kemarin pak haji Cucun baru jadi doktor bidang politik ekonomi dan ekonomi politik di UNPAD. Salah satu tujuannya apa? selain doktor ini, tujuannya meningkatkan elektoral. Elektabilitas sangking mahalnya bersaing itu loh. Nah ini sistem politik reformasi yang harus kita evaluasi total," jelasnya.
Oleh karena itu, Cak Imin pun mengusulkan pemilihan langsung yang digelar hanya pemilihan presiden, bupati dan Walikota. Sementara itu, pemilihan gubernur nantinya tidak diperlukan lagi.
Bahkan, kata dia, Cak Imin mendukung jabatan Gubernur untuk dihilangkan dari struktural di pemerintahan. Sebab, jabatan itu disebut tidak lagi fungsional.
"Makanya PKB sih mengusulkan Pilkada hanya pemilihan langsung hanya Pilpres dan Pilbup dan Pilkota. Pemilihan gubernur tidak lagi karena melelahkan. Kalau perlu nanti Gubernur pun nggak ada lagi karena tidak terlalu fungsional dalam jejaring pemerintahan. Banyak sekali evaluasi," tukasnya.