Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK Tolak Sahkan Nikah Beda Agama, MUI: Keputusan yang Menggembirakan, Masyarakat Hidup Tenang

MUI mengapresiasi keputusan MK yang menolak untuk mengesahkan gugatan pernikahan beda agama. Hal ini menurutnya menggembirakan dan menenangkan publik.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in MK Tolak Sahkan Nikah Beda Agama, MUI: Keputusan yang Menggembirakan, Masyarakat Hidup Tenang
Tribunnews.com/ Rizal Bomantama
Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas. MUI mengapresiasi keputusan MK yang menolak untuk mengesahkan gugatan pernikahan beda agama. Hal ini menurutnya menggembirakan dan menenangkan publik. 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak untuk mengesahkan gugatan pernikahan beda agama.

Anwar mengungkapkan keputusan tersebut merupakan hal yang menggembirakan lantaran sudah ada keabsahan hukum bagi masyarakat luas.

Selain itu, Anwar juga menganggap dengan adanya keputusan ini, masyarakat dapat hidup tenang.

"Keputusan ini tentu jelas menggembirakan karena telah memberikan kepastian hukum sehingga masyarakat luas bisa hidup tenang dan bertindak sesuai dengan ketentuan yang ada," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (1/2/2023).

Di sisi lain, Anwar mengatakan beberaoa dampak negatif jika pernikahan beda agama dilakukan oleh masyarakat.

Pertama, bagi yang melakukan pernikahan beda agama, hal ini tentu jelas merupakan penentangan terhadap Tuhan dan ketentuan agama yang ada hal itu tentu jelas tidak baik bagi yang bersangkutan.

Baca juga: Tolak Legalkan Nikah Beda Agama, MK Tegaskan Tak menghalangi Kebebasan Memilih Kepercayaan

Kedua, pernikahan beda agama juga akan merugikan bagi anak lantaran dianggap tidak jelas asal-usulnya.

Berita Rekomendasi

"Karena pernikahan tersebut dalam Islam tidak sah sehingga nasab anaknya akan terputus dengan bapak biologisnya," ujar Anwar.

Ketiga, ketika anak yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan dan ayah biologisnya tidak memeluk agama Islam, maka sang ayah tidak bisa menjadi wali bagi anaknya yang beragama Islam.

"Jika sang bapak tetap memaksakan diri untuk menjadi wali nikah maka pernikahan anaknya tersebut jelas tidak sah sehingga kalau mereka berhubungan badan maka berarti mereka telah melakukan perzinaan," jelas Anwar.

Keempat, hilangnya hak waris-mewarisi antara anak dan orang tua sebab ketidaksamaan agama telah menjadi penghalang bagi ditegakkannya ketentuan tentang hak waris mewarisi dalam Islam.

Sehingga, ketika hal tersebut tidak teratasi, maka akan menimbulkan konflik dan persoalan dalam keluarga.

Kelima, pernikahan beda agama juga akan berdampak psikis kepada anak lantaran adanya kebingungan untuk mengikuti agama yang dianut ayah atau ibunya.

"Hal ini tentu tidak mustahil akan bisa membuat sang anak menjadi tidak lagi peduli terhadap agama," jelas Anwar.

Baca juga: Uji Materi UU Perkawinan Ditolak MK, Pernikahan Beda Agama Tetap Dilarang

Terakhir, pernikahan beda agama juga akan berdampak kepada psikis suami-istri tersebut karena ditakutkan anaknya akan tumbuh berkembang tidak sesuai dengan keimanan dan keyakinan yang diinginkannya.

"Jadi kesimpulannya nikah beda agama lebih besar mudharatnya dari pada manfaatnya. Tidak hanya bagi dirinya tapi juga bagi sang anak dan keluarganya," tukas Anwar.

Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman memutuskan menolak secara keseluruhan uji materi terkait pernikahan beda agama dalam UU Perkawinan.

“Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan seterusnya, amar putusan mengnadili menolak permohonan untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman diiringi ketukan palu mengesahkan.

Ia mengatakan bahwa Mahkamah telah memberikan sejumlah penilaian terhadap pasal yang diajukan oleh pemohon, sehingga MK dapat mengadili permohonan ini.

Selain itu, pemohon dalam perkara ini dinyatakan memiliki kedudukan hukum. Namun pada penilaian ketiga, pokok permohonan dinyatakan tidak berlasan menurut hukum.

Adapun dalam putusan ini terdapat dua Hakim MK yang memiliki pandangan berbeda terkait Undang-Undang Perkawinan ini, di antaranya Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic PF.

Untuk diketahui, perkara ini mulanya dimohonkan oleh Ramos Petege. Ramos merupakan penganut agama Katolik yang tak bisa menikahi pasangannya yang beragama Islam.

E Ramos Petege mengajukan permohonan uji materi terhadap UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia merupakan seorang warga beragama Katolik yang sebelumnya gagal menikahi kekasihnya lantaran beragama Islam.

Baca juga: MUI Apresiasi MK Tolak Sahkan Pernikahan Beda Agama: MK Tetap Menjadi Guardian of Constitution

Dalam gugatannya, Ramos Petege menyatakan bahwa jalinan asmaranya kandas karena kedua belah pihak memiliki agama dan keyakinan yang berbeda.

Gugatan itu tercatat di laman MK dengan nomor 24/PUU-XX/2022.

Menurut Ramos Petege, syarat sah suatu perkawinan yang diatur dalam UU Nomor 1/1974 memberikan ruang seluas-luasnya bagi hukum agama dan kepercayaan dalam menafsirkan sahnya suatu perkawinan.

Namun, UU tidak memberikan pengaturan jika perkawinan tersebut dilaksanakan oleh mereka yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda.

"Ketidakpastian tersebut secara aktual telah melanggar hak-hak konstitusional yang dimiliki pemohon, sehingga tidak dapat melangsungkan perkawinan karena adanya intervensi oleh golongan yang diakomodasi negara," kata Ramos Petege dalam gugatan yang diajukan ke MK pada 8 Februari 2022 lalu.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Naufal Lanten)

Artikel lain terkait UU Perkawinan

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas