Partai Ummat Apresiasi Mahkamah Konstitusi Putuskan Presiden 2 Periode Tak Bisa Jadi Cawapres
Indonesia memiliki banyak generasi penerus yang mumpuni sehingga punya potensi besar untuk memimpin bangsa
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Ummat mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi soal Presiden yang sudah 2 periode menjabat tidak bisa menjadi calon wakil presiden (cawapres).
“Partai Ummat menyambut baik keputusan MK tersebut. Pertama karena, perlunya regenerasi dan penyegaran dalam siklus kepemimpinan nasional saat ini,” kata Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi saat dihubungi, Rabu (1/2/2023).
Selain perlunya regenerasi kepemimpinan, ia mengatakan bahwa kepemimpinan yang terlalu lama tak baik bagi demokrasi.
Hal ini berkaca dari perjalanan bangsa.
“Sejarah mengajarkan kepada kita, bahwa kekuasaan yang bercokol terlalu lama, memiliki tendensi untuk melahirkan tirani-tirani baru,” tuturnya.
Baca juga: Ini Persiapan Partai Ummat untuk Tembus Parliamentary Threshold 4 Persen
Ia menambahkan bahwa Indonesia memiliki banyak generasi penerus yang mumpuni sehingga punya potensi besar untuk memimpin bangsa.
Sehingga, kata Ridho, tidak ada urgensi jika orang yang telah memimpin kembali menjadi penguasa negeri.
“Kita khawatir nanti masyarakat kemudian menilai “6L” alias lagi-lagi lu lagi-lagi lu,” ucap dia.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa seseorang yang telah menjabat sebagai presiden selama dua periode maka tidak diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai cawapres.
Dikutip dari tayangan di YouTube Mahkamah Konstitusi, putusan ini tertuang usai adanya permohonan yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Berkarya Muchdi Purwopranjono serta Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Fauzan Rachmansyah.
Adapun permohonan kedua pemohon adalah agar MK memutuskan untuk membolehkan presiden dua periode menjadi cawapres.
Sementara pokok perkara yang dilayangkan oleh kedua pemohon adalah pengujian Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum apakah bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut pemohon, ketentuan dua pasal dalam UU Pemilu tersebut bisa dikatakan sebagai norma baru untuk menerjemahkan Pasal 7 UUD 1945.
Selain itu, pemohon juga menilai bahwa Pasal 7 UUD 1945 dengan jelas tidak membatasi hak bagi presiden dan wakil presiden terpilih untuk mencalonkan diri lagi pada masa jabatan selanjutnya.
Menanggapi pokok perkara pemohon, Ketua MK Anwar Usman menegaskan menolak seluruh permohonan.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Anwar pada Selasa (31/1/2023).