Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Arif Rachman Tak Sanggup Tolak Perintah Ferdy Sambo: Logika, Nurani dan Takut Bercampur

Arif juga sempat bingung dan tegang karena Ferdy Sambo kerap emosional seusai kejadian tersebut. Hal itulah yang membuat perasaannya campur aduk

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Arif Rachman Tak Sanggup Tolak Perintah Ferdy Sambo: Logika, Nurani dan Takut Bercampur
Ist
Terdakwa AKBP Arif Rachman Arifin. Arif Rachman Arifin mengaku tak sanggup untuk menolak perintah saat diminta untuk menghapus file rekaman CCTV yang terkait kematian Brigadir J oleh Ferdy Sambo. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa AKBP Arif Rachman Arifin mengaku tak sanggup untuk menolak perintah saat diminta untuk menghapus file rekaman CCTV yang terkait kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J oleh Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.

Hal tersebut diungkap AKBP Arif Rachman dalam pembelaan pribadi atau pleidoi dalam persidangan lanjutan perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023).

Awalnya, Arif menjelaskan bahwa penyalahgunaan kekuasaan oleh Ferdy Sambo membuatnya sempat dilema moral. Apalagi, saat itu dirinya juga sempat percaya tangisan Sambo dan Putri Candrawathi soal skenario baku tembak Brigadir J dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E di Duren Tiga.

Baca juga: Cerita Ferdy Sambo soal Putri Sempat Membuat Arif Rahman Berempati: Saya Seperti Terkondisikan

"Cerita yang disampaikan oleh pimpinan saya saat itu ditambah dengan apa yang saya liat dari bapak FS dan ibu PC menangis sedih, jujur membuat perasaan saya yang timbul adalah rasa empati yang besar dari dalam diri saya kepada beliau," ujar Arif.

Karena itu, kata Arif, dirinya sempat merasa empati dengan pelecehan seksual yang dialami Putri. Apalagi, Ferdy Sambo juga terlihat terpukul seusai kejadian tersebut.

"Saya seperti terkondisikan oleh rasa empati sehingga tidak ada pemikiran janggal saat itu. Terlebih dari tampilan raut muka bapak FS dan ibu PC sangat sedih dan terpukul oleh kejadian yang menimpa ibu," jelasnya.

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut, Arif juga sempat bingung dan tegang karena Ferdy Sambo kerap emosional seusai kejadian tersebut. Hal itulah yang membuat perasaannya campur aduk dan tak bisa menolak perintah atasan.

"Emosi yang ditampilkan oleh bapak FS yang tidak stabil dan rentan perubahan kepribadian serta kadang bersikap kasar dan ancaman yang terlontar menciptakan keadaan yang membuat saya tegang. Keadaan demikian yang muncul dalam setiap kontemplasi saya antara logika, nurani dan takut bercampur. Sungguh tidak semudah membaca kalimat dalam peraturan tentang menolak perintah atasan," ungkapnya.

Baca juga: Arif Rachman Tahan Tangis saat Minta Maaf kepada Orang Tuanya: Tak Pernah Terbesit Ini Terjadi

Karena itu, Arif pun mengungkapnya dirinya tidak mudah melontarkan pendapatnya kepada Ferdy Sambo. Apalagi, kata dia, sudah menjadi budaya Polri untuk mengikuti rantai komando atasan.

"Tidak semudah melontarkan pendapat. Kalau saja begini, jika saja begitu, mengapa tidak melakukan ini, mengapa tidak bersikap begitu. Budaya organisasi Polri yang mengakar pada rantai komando. Hubungan berjenjang yang disebut relasi kuasa, bukan sekadar ungkapan, melainkan suatu pola hubungan yg begitu nyata memberikan batasan tegas antara atasan dan bawahan," tukasnya.

Sebagai informasi, dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J, jaksa penuntut umum sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan juga denda.

Tuntutan terhadap enam terdakwa OOJ dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).

Keenam terdakwa itu merupakan mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yaitu: Mantan Karo Paminal Divropam, Hendra Kurniawan; Mantan Kaden A Ropaminal Divpropam, Agus Nurpatria; Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin, Mantan Staf Pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto; Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam, Baiquni Wibowo; dan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim, Irfan Widyanto.

Mereka telah dituntut hukuman penjara dengan durasi kurungan yang berbeda. Untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria jaksa menuntut keduanya dengan tuntutan tertinggi dari terdakwa lain, yakni tiga tahun penjara.

Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara. Sementara Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yakni satu tahun penjara.

Baca juga: Pembelaan AKBP Arif Rachman: Mengapa Saya Menuai Fitnah ketika Hanya Ingin Bekerja Baik di Polri?

Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.

"Menjatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan, Jumat (27/1/2023).

Diketahui, para terdakwa telah menjadi tahanan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2022 lalu.

Artinya, jika Majelis Hakim mengabulkan tuntutan JPU, maka hukuman penjara para terdakwa berkurang lima bulan.

Tak hanya hukuman penjara, para terdakwa OOJ juga dituntut untuk membayar denda puluhan juta rupiah.

Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria merupakan terdakwa yang dituntut membayar denda tertinggi, sebesar Rp 20 juta. Sementara empat lainnya dituntut membayar denda Rp 10 juta.

Kemudian para terdakwa juga dituntut membayar biaya administrasi perkara sebesar Rp 5 ribu.

Dalam tuntutannya, tim JPU menyebut bahwa para terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menybabkan terganggunya sistem elektronik.

Oleh sebab itu, JPU memohon agar Majelis Hakim menetapkan bahwa para terdakwa bersalah dalam putusan nanti.

Baca juga: Jaksa Menilai Arif Rachman dengan Sengaja Mengambil dan Mengganti DVR CCTV di Duren Tiga

"Menuntut agar supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa penuntut umum.

JPU pun telah menuntut para terdakwa berdasarkan dakwaan primer, yaitu Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas