Berkaca dari Kasus Richard Eliezer, IKA FH Usakti Bakal Ajukan Pembentukan UU Justice Collaborator
Ia menambahkan bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan membuat naskah akademik sebagai landasan atas pengajuan UU tersebut.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti (IKA FH Usakti) bakal mengajukan pembentukan Undang-Undang untuk saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC).
Hal ini berkaca dari kasus Ferdy Sambo, di mana Bharada Richard Eliezer yang merupakan seorang justice collaborator mendapat tuntutan lebih tinggi dibanding sejumlah terdakwa lainnya.
Adapun wacana ini disampaikan saat Forum Diskusi bertajuk ‘Pro dan Kontra Justice Collaborator Bharada Eliezer’, yang digelar di Universitas Trisakti, Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023).
“Menariknya tadi dari diskusi kita bahwa alangkah baiknya itu ditingkatkan menjadi Undang-Undang atau membebntuk Undang-Undang tersendiri,” kata Ketua Umum IKA FH Usakti Sahala Siahaan.
Ia menambahkan bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan membuat naskah akademik sebagai landasan atas pengajuan UU tersebut.
Baca juga: Bakal Hadir Dalam Sidang Vonis Anaknya, Ini Harapan Ibunda Bharada E kepada Majelis Hakim PN Jaksel
Nantinya, kata Sahala, naskah tersebut akan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) ataupun kepada pemerintah untuk dikaji lebih lanjut.
“Dari naskah akademik nanti akan kami sampaikan apakah nanti melalui DPR apakah melalui pemerintah,” ucap Sahala.
“Supaya apa, kami dari ikatan alumni ingin membenahi masalah ini. Harus diselesaikan,” lanjutnya.
Lebih jauh ia mengatakan wacana ini berangkat dari tuntutan yang dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Bharada E pada persidangan beberapa waktu lalu.
Sahala mengatakan pihaknya prihatin Eliezer dijathui tuntutan 12 tahun, yang lebih tinggi dari Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Maruf yang dituntut 8 tahun penjara.
Padahal, kata dia, Bharada E lah yang membongkar duduk perkara kasus tewasnya Barigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat menjadi terang benderang.
“Kami dari Ikatan Alumni Universits Trisakti sangat concern dengan peristiwa yang terjadi terhadap Richard Eliezer. Karena menurut kami itu terusik rasa ketidakadilannya,” tuturnya.
Ia menilai bahwa dengan tuntutan lebih tinggi ini maka kesaksian Eliezer di persidangan terkesan menjadi sia-sia.
Karena, lanjut dia, pada kenyataannya JPU justru memberikan tuntutan yang lebih tinggi dibandingkan sejumlah terdakwa lainnya.
Sahala khawatir jika peristiwa ini terus terjadi, maka akan berakibat minimnya pihak yang mau mengungkap suatu kasus pidana, lantaran posisinya yang tidak terjamin oleh Undang-Undang.
“Dan kami dari ikatan alumni akan membuat kesimpulan dan akan memberikan masukan kepada hakim sebagai pemerhati bahwa hakim juga menggali apa yang timbul di masyarakat,” ujarnya.
“Kami mengambil peran serta di situ supaya apa, dalam membuat keputusan terhadap seluruh terdakwa khususnya Richard Eliezer dipertimbangkan dengan baik dan apa haknya dia, berikan. Sehingga dia juga merasakan keadilan. itu yang menjadi concern kami,” kata Sahala menambahkan.
Untuk diketahui, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dituntut hukuman 12 Tahun Penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua, pada Rabu, 18 Januari 2023.
Adapun tuntutan yang dikenakan pada dirinya lebih tinggi dibandingkan terdakwa lainnya, yaitu Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf yang dituntut 8 tahun penjara.