Kronologi Irjen Teddy Minahasa Jual Barang Bukti Narkoba, Beri Kode ke AKBP Dody 'Mainkan Ya Mas'
Terungkap kronologi eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa menjual barang bukti narkoba jenis sabu di Jakarta. Sempat beri kode ke AKBP Dody.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam dakwaan jaksa penuntut umum terungkap kronologi eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa menjual barang bukti narkoba jenis sabu di Jakarta.
Irjen Teddy Minahasa Putra diketahui didakwa memperjualbelikan barang bukti sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi sebanyak 5 kilogram (kg).
Dari penjualan barang haram itu ia disebut telah mengantongi Rp 300 juta.
Tindakan dugaan penjualan itu dilakukan Teddy bersama mantan anak buahnya, eks Kapolres Bukit Tinggi AKBP Dody Prawiranegara.
Dody kemudian dibantu orang kepercayaannya bernama Syamsul Maarif.
Sementara penadah sabu mereka adalah Linda Pudjiastuti.
Baca juga: Irjen Teddy Minahasa Sempat Tawarkan AKBP Dody Prawiranegara Angkut Narkoba Pakai Pesawat
Mereka berempat didakwa secara bersama-sama dalam dugaan jual beli narkoba.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) mebacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023).
Sabu yang dijual itu merupakan narkoba hasil sitaan Polres Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Saat itu Polres Bukittinggi mengungkap peredaran narkoba dan menyita barang bukti jenis sabu seberat 41,387 kg.
Baca juga: Tolak Dakwaan Jaksa, Teddy Minahasa Merasa Ada Pihak yang Ingin Hancurkan Kariernya
Dody yang saat itu menjabat Kapolres Bukit Tinggi melaporkan kasus ini kepada Teddy Minahasa selaku Kapolda Sumatera Barat.
"Atas laporan tersebut saksi Teddy Minahasa Putra memerintahkan terdakwa untuk dibulatkan menjadi seberat 41,4 (empat puluh satu koma empat) kilogram," ujar jaksa.
Kemudian, kata jaksa, Dody mendapat perintah lagi dari Teddy untuk mengganti barang bukti sabu itu dengan tawas.
Teddy disebut memerintah Dody untuk mengganti sabu itu dengan tawas sebelum dimusnahkan.
Dalihnya, untuk undercover buy dan bonus anggota.
Baca juga: Irjen Teddy Minahasa Sempat Keberatan dengan Jatah Penjualan Satu Kilogram Sabu Seharga Rp 300 Juta
Jaksa menyebut Dody melaksanakan perintah tersebut lantaran takut dengan Teddy.
"Saksi menjawab Syamsul Maarif, bahwa apabila tidak dilaksanakan, maka nantinya saksi Teddy Minahasa Putra akan menjadi marah besar," ujar Jaksa dalam surat dakwaan Dody.
Masih dalam surat dakwaan Dody, menurut jaksa pada 20 Mei 2022 Dody menerima pesan singkat WhatsApp dari Teddy agar minimal menukar seperempat dari total keseluruhan barang bukti.
"Teddy Minahasa Putra mengirimkan pesan melalui aplikasi WhatsApp kepada Terdakwa dengan kalimat 'mainkan ya mas' dan terdakwa menjawab 'siap jenderal', lalu Saksi Teddy Minahasa Putra menjawab 'minimal seperempatnya' dan terdakwa jawab kembali 'siap 10 jenderal'," kata jaksa.
Namun dalam perjalanannya, kata jaksa, Dody melalui Syamsul Maarif hanya mampu mengganti setengahnya, yakni sebanyak 5 Kg.
"Terdakwa meminta saksi Syamsul Maarif untuk mencarikan tawas seberat 5.000 (lima ribu) gram, meskipun yang diminta oleh Saksi Teddy Minahasa Putra kepada Terdakwa adalah untuk mengambil barang bukti seberat 10.000 (sepuluh ribu) gram, lalu kemudian ditukar dengan tawas," kata jaksa.
Namun ternyata, sabu tersebut dijual. Sabu seberat 5 kilogram diambil dari peti barang bukti yang kemudian diganti tawas.
Sabu itu kemudian dibawa ke Jakarta oleh Dody dan Syamsul.
Setelah itu, sabu diserahkan Linda sebagaimana diperintahkan Teddy.
Jaksa mengatakan, ada dua kali transaksi yang dilakukan oleh Dody dengan Linda.
Pertama yakni penjualan 1 kilogram sabu dengan harga Rp 400 juta.
Uang itu kemudian dipotong Rp 100 juta, sehingga Dody hanya mendapatkan Rp 300 juta.
Uang Rp 300 juta itu kemudian ditukarkan ke mata uang dolar Singapura dengan nilai SGD 27.300 dan diberikan kepada Teddy di kediamannya di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
"Terdakwa menyerahkan paper bag kecil yang di dalamnya berisi mata uang singapura sejumlah SGD 27.300 kepada Saksi Teddy Minahasa Putra dari hasil penjualan narkotika jenis sabu," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan dakwaannya.
Dalam penyerahan itu, Teddy sempat protes dan mengatakan bahwa seharusnya Linda hanya mendapatkan 10 persen dari harga Rp 400 juta, bukan mendapatkan Rp 100 juta.
Kemudian penjualan kedua dilakukan. Teddy disebut kembali meminta kepada Dody untuk menjual sabu ke Linda. Ada 2 kilogram yang dijual ke Linda.
Kali ini, Linda menyepakati untuk membeli dengan harga Rp 360 juta per kilogramnya.
Harga ini dilaporkan Dody ke Teddy dan disetujui.
Selanjutnya Teddy Minahasa menghitung-hitung hasil penjualan 2 kg itu kepada Dody bahwa "berarti 720 juta ya mas".
Lalu, dijawab Dody "siap jenderal".
Namun dari Rp 720 juta itu baru dilunasi Rp 200 juta oleh Linda.
Proses penjualan ini dilakukan Dody kepada Linda dengan bantuan Syamsul Maarif.
Belum lunas semua, kasus ini terungkap dari penyelidikan oleh petugas Kepolisian.
Jaksa menyatakan, dari 5 kilogram tersebut, 3 kilogram di antaranya dijual ke Linda.
Sementara 2 kilogram sisanya ada di tangan Dody.
Dody tercatat sudah menerima Rp 500 juta dari Linda, dari kesepakatan penjualan total Rp 1,020 miliar.
Sisanya belum dibayarkan Linda, karena kasusnya sudah terlebih dahulu terungkap.
Teddy merupakan terdakwa ketujuh yang disidang dalam kasus jual beli sabu ini.
Enam terdakwa telah menjalani sidang lebih dahulu pada Rabu (1/2/2023).
Mereka antara lain AKBP Doddy Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto P Situmorang, Linda Pujiastuti, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif. Atas perbuatannya, baik Teddy maupun Dody sama-sama didakwa dengan Pasal 114 ayat (2) atau Pasal 112 ayat (2) UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap dakwaan jaksa ini, kuasa hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris membantah dakwaan jaksa dan menyebutnya prematur.
Ia menyebut dalam kasus ini kliennya sebenarnya hanya untuk menjebak Linda.
Bukan perdagangan sabu bagaimana dakwaan jaksa. Hotman mengatakan kliennya punya SK khusus untuk menangkap gembong-gembong narkoba.
Salah satunya ialah Linda.
"Jadi gini, sebelum jadi Kapolda, Teddy Minahasa ini sampai bisa berbulan-bulan di tengah laut, bahkan ada SK dari Kapolri di mana dia adalah salah satu tugasnya adalah untuk menangkap gembong-gembong narkoba saat itu," terang Hotman di PN Jakarta
Barat, Kamis (2/2).
"Itu ada SK-nya, ya, dan salah satu pemainnya adalah Linda ini, gitu ceritanya, tuh," ungkapnya.
Hotman juga mempersoalkan saksi-saksi kunci yang belum seluruhnya diperiksa pada tingkat penyidikan.
Sehingga, tidak ada bukti yang memperkuat bahwa apakah benar
narkoba yang diganti dan dimusnahkan itu adalah tawas sebagaimana dalam dakwaan pihak jaksa.
Kata Hotman, semua saksi kunci yang hadir dalam pemusnahan barang bukti sitaan di Polres Bukit Tinggi itu tidak ada yang diperiksa.
Bukti yang menjadi dasar penyidik dan penuntut umum hanyalah pesan WhatsApp antara Dody dan Teddy yang di dalamnya terdapat perintah mengganti sabu dengan tawas.
Karena kebenaran soal barang yang dimusnahkan tidak bisa dibuktikan, maka pihak Teddy meminta majelis hakim menolak dakwaan jaksa.
"Makanya majelis hakim, kami memohon bahwa berkas perkara ini belum lengkap penyelidikan belum maksimum, saksi-saksi kunci tidak diperiksa," kata Hotman dalam pembacaan eksepsi di PN Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023).
"Mohon dinyatakan agar tidak dapat diterima," ungkap Hotman.
Selain itu, Hotman juga mempermasalahkan soal persidangan digelar di Pemngadilan Negeri Jakarta Barat.
Sebab locus delicti peristiwa tersebut ada di Sumatera Barat, atau setidaknya di Bukit Tinggi.(tribun network/aci/dod)