Mobil Pensiunan Polri Penabrak Mahasiswa UI Berubah Warna Saat Rekonstruksi, Pakar: Jangan Sepelekan
Perubahan warna cat mobil milik AKBP (purn) Eko Setia Budi Wahono yang terlibat kecelakaan dengan mahasiswa UI tidak bisa dianggap sepele.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perubahan warna cat mobil milik pensiunan Polri AKBP (purn) Eko Setia Budi Wahono tidak bisa dianggap sepele.
Hal tersebut diungkapkan Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyikapi kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan mahasiswa UI Muhammad Hasya Atallah Saputra meninggal dunia.
Diketahui saat peristiwa kecelakaan terjadi pada 6 Oktober 2022, mobil Mitsubishi Pajero yang dikendarai AKBP (purn) Eko Setia Budi Wahono berwarna hitam.
Tetapi ketika dihadirkan dalam rekonstruksi ulang di kawasan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023), mobil berpelat nomor B-2447-RFS berubah warna menjadi putih.
"Pergantian cat mobil ini akan disikapi seperti apa oleh polisi? Sebagai upaya merekayasa barang bukti agar jejak-jejak tabrakan lenyap? Jadi, jangan sepelekan itu dengan serta-merta menganggapnya sebagai ganti cat mobil belaka," kata eza Indragiri Amriel dalam keterangan yang diterima, Jumat (3/2/2023).
Dengan adanya perubahan warna cat mobil, menurut Reza, wajar bila publik mengendus terjadi kode senyap alias code of silence dalam kasus tersebut.
Baca juga: Alasan Pensiunan Polri Tidak Gunakan Mobilnya Bawa Mahasiswa UI ke Rumah Sakit Usai Kecelakaan
"Itu lho, subkultur toksik yang ditandai oleh kecenderungan personel polisi menutup-nutupi kesalahan sejawat mereka. Endusan publik bisa saja keliru," katanya.
Ia menilai janggal penetapan tersangka yang dilakukan polisi terhadap mahasiswa UI yang meninggal akibat kecelakaan tersebut.
Padahal Kapolri Jenderal Listyo Sigit sejak awal menjabat menekankan ksplisit "problem solving dan restorative justice".
Baca juga: Kuasa Hukum Mahasiswa UI Anggap Proses Rekonstruksi Ulang Kasus Kecelakaan Maladministrasi
"Artinya, apalagi dalam kasus laka lantas, masuk akal kalau polisi tidak buru-buru pakai mindset litigasi atau pemidanaan tulen. Termasuk dengan menetapkan seseorang sebagai tersangka, kendati status tersangka juga bukan berarti dia mutlak bersalah," katanya.
Reza pun membandingkan dengan kasus kecelakaan lalu lintas yang ditangani Satlantas Polres Blitar.
Peristiwa kecelakaan lalu lintas tersebut waktu kejadiaannya berdekatan.
"Ada kasus laka lantas juga di sana (Blitar). Tapi bedanya, Polres Blitar pakai restorative justice. Hasilnya, kedua pihak puas, masyarakat tenang, otoritas penegakan hukum bisa hemat stamina. Kepastian hukum tercapai. Kemanfaatan hukum diperoleh. Keadilan berhasil ditegakkan. Sempurna Blitar," katanya.
Baca juga: Mobil Pensiunan Polri Berubah Warna Saat Rekonstruksi Kematian Mahasiswa UI, Ini Penjelasan Polisi
Berbeda apabila dalam penangananya saat itu mindset litigasi yang terlalu ditonjolkan.
Dalam penanganan Laka Lantas di Blitar kemungkinan hanya kepastian hukum yang didapat.
Sedangkan kemanfaatan hukum malah jauh dari harapan, apalagi keadilan.
"Pilihan yang kurang bijak, yang terkesan meruncing-runcingkan masalah, itulah yang justru memperlihatkan tabiat penegakan hukum yang kebablasan atau overcriminalization. Overcriminalization di kala kepercayaan publik masih kritis, tentu akan semakin melukai masyarakat," katanya.
Pakai Stiker
"Jadi bagaimana? Sudahlah, batalkan saja status tersangka. Upayakan restorative justice. Habis perkara," ujarnya.
Sebelumnya Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengatakan mobil Eko berubah warna setelah kasus tersebut dihentikan dan mobil dikembalikan kepada pemiliknya.
"Itu karena kemarin sudah SP3, kendaraan ini (warnanya) dikembalikan. Nanti motor juga akan kita kembalikan," kata Latif kepada wartawan, Kamis (2/2/2023).
Latif mengatakan pengakuan Eko jika warna hitam pada mobilnya hanya merupakan stiker.
Setelah kasus dihentikan, Eko melepas stiker tersebut dan menjadikan mobilnya dengan warna aslinya.
"Sehingga kemarin sudah diambil pemiliknya (Eko Setia) itu (stiker) dilepas. Tapi nomor pelat sama semua cuma warna aja," ucap Latif.
Kronologi Kejadian Hingga Dijadikan Tersangka
Hasya meninggal dunia setelah sepeda motor yang dikendarainya oleng yang mengakibatkan korban tertabrak mobil Pajero yang dikendarai AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono pada 6 Oktober 2022 malam.
Peristiwa tragis tersebut berawal saat Hasya hendak pergi ke indekost temannya menggunakan sepeda motor.
Ketika sedang memacu kendaraannya, sepeda motor yang ada di depan Hasya tiba-tiba melambat.
Melihat hal itu, Hasya spnton melakukan pengereman hingga sepeda motor yang dikendarainya jatuh ke sisi kanan jalan.
Tak lama, dari arah berlawanan datang mobil Pajero yang dikendarai AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono dan melindas korban.
Ayah Hasya, Adi Syaputra mengungkap saat kejadian penbrak anaknya tersebut enggan menolong korban dengan membawanya ke rumah sakit.
Saat itu, korban dibawa teman-temannya ke rumah sakit.
"Betul, sudah diminta oleh saksi yang melihat meminta tolong untuk bawa ke Rumah Sakit terdekat, karena perlu pertolongan pertama nggak mau dia," kata Adi saat dihubungi Jumat (25/11/2022).
Singkat cerita, korban akhirnya dibawa ke rumah sakit.
Namun, sampai di rumah sakit, Hasya sudah meninggal dunia.
Kemudian, keluarga membawa Hasya ke rumah sakit lain untuk dilakukan visum.
Setelah itu, keluarga pun menguburkan jenazah Hasya pada 7 Oktober 2022.
Kemudin pada 19 Oktober 2022 keluarga pun mendatangan Polres Jakarta Selatan.
Saat itu, pihak keluarga mendapatkan informasi bila sudah adan Laporan Polisi (LP) yang dibuat atas inisiatif polisi.
Laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor: LP/A/585/X/2022/SPKT SATLANTAS POLRES METRO Jakarta Selatan tanggal 7 Oktober 2022 (LP 585).
Tetapi, ayah Hasya, saat itu tetap ingin membuat laporan polisi tersendiri.
Laporannya pun kemudian diterima dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor 1497.X/2022/LLJS (LP 1497).
Sepanjang itu keluarga Hasya tidak mendapat kabar perkembangan terkait kasus yang dilaporkannya.
Hingga akhirnya tim kuasa hukum keluarga Hasya mengirimkan surat Gelar Perkara Khusus pada 13 Januari 2023.
Surat tersebut diterima pihak Polres Jakarta Selatan pada Senin 16 Januari 2023.
Kemudian pada Selasa 17 Januari 2023 pihaknya menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) perkara Kecelakaan Lalu Lintas Nomor B/42/I/2023/LLJS tertanggal 16 Januari 2023.
Dia menjelaskan bahwa SP2HP itu disertai lampiran Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor B/17/2023/LLJS tanggal 16 Januari 2023, yang intinya menyatakan LP 585 dihentikan karena tersangka meninggal dunia.
Mendapat kabar tersebut, keluarga pun mengaku kecewa dan berniat membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
"Kecewa, udah pasti. Marah, mau marah sama siapa," kata Ira, ibunda Hasya saat ditemui di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Ira meminta proses pengungkapan kasus anaknya berjalan transparan.
"Kami cuma ingin prosesnya berjalan transparan," jelasnya.
Bahkan, Ira menuturkan, pihak keluarga akan menerima jika proses penyelesaian kasus sang anak harus dimulai dari awal.
"Jikalau proses harus dimulai dari awal kita siap. Asalkan transparan dan semuanya terlihat jelas. Jadi kami tahu siapa tersangka itu," sebutnya.
Kemudian, Ira menuntut kasus ini dibawa ke meja hijau.
"Kalau harus dibuktikan di pengadilan. Ayo buktikan di Pengadilan," ujarnya.
Penjelasan Polisi
Terpisah, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengungkap alasan Hasya dijadikan tersangka.
Menurut Latif Hasya dijadikan tersangka lantaran lalai dalam berkendara sehingga mengakibatkan kecelakaan.
"Jadi gini, penyebab terjadinya kecelakaan ini si korban sendiri. Kenapa dijadikan tersangka ini. Dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri," kata Latif saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (27/1/2023).
Latif menegaskan kelalaiannya dalam berkendara mengakibatkan Hasya meninggal dunia.
"Karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia. Karena kelalaiannya korban dalam mengendarai sepeda motor sehingga nyawanya hilang sendiri," ujarnya.
Latif pun menepis bahwa penyebab kecelakaan itu adalah Purnawirawan Polisi AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono.
"Jadi yang menghilangkan nyawanya karena kelalaiannya sendiri (Hasya) bukan kelalaian Pak Eko," ujarnya.
Menurutnya, Hasya kurang hati-hati mengendarai sepeda motor pada malam itu.
Sebab, mengendarai sepeda motor dengan kecepatan kurang lebih 60 kilometer per jam dan saat itu sedang gerimis.
Lalu, kata Latif, tiba-tiba kendaraan di depan Hasya membelok ke kanan sehingga Hasya mengerem mendadak.
"Sehingga (Hasya) tergelincir dia. Ini keterangan dari si temannya (Hasya). Temannya sendiri melihat dia tergelincir sendiri," ucapnya.
Latif menuturkan bersamaan dengan itu Eko yang mengendarai mobil Pajero berada di lajurnya, Hasya jatuh ke kanan.
"Nah Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat. Jadi memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero. Sehingga terjadilah kecelakaan," jelasnya.
Karena orang yang ditetapkan tersangka meninggal dunia, penyidik pun mengeluarkan surat pemberhentian penyidikan atau SP3 alias pengusutan kasusnya dihentikan.
Latif pun mempersilakan keluarga Hasya untuk mengajukan gugatan praperadilan bila tidak menerima kesimpulan penyidikan yang dilakukan pihaknya.
Menurut Latif, praperadilan bisa diajukan bila ada bukti baru dalam perkara kecelakaan tersebut.
"Kalau ada keberatan hukum, tentu berdasarkan atau alat bukti baru yang dimiliki para pihak, silakan," katanya. (*)