Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih Tak Diperiksa MKMK Terkait Dugaan Pengubahan Putusan
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) meminta keterangan sejumlah hakim konstitusi terkait perkara dugaan kecurangan hakim konstitusi.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) meminta keterangan sejumlah hakim konstitusi terkait perkara dugaan kecurangan hakim konstitusi perihal substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berubah.
Tercatat ada 9 hakim Mahkamah Konstitusi di antaranya Anwar Usman sebagai Ketua, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Manahan MP Sitompul, Saldi Isra, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M Guntur Hamzah dan Enny Nurbaningsih.
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna mengatakan bahwa dari kesembilan hakim konstitusi itu, Enny Nurbaningsih tidak dimintai keterangan.
Sebab, kata dia, Enny Nurbaningsih merupakan satu dari tiga anggota Majelis Kehormatan MK.
“Enggak (dimintai keterangan). Kalau Prof Enny-nya itu kan, dalam hal ini beliau bertindak sebagai bagian dari MKMK,” kata I Dewa Gede Palguna kepada awak media di Kantor MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/2/2023).
Kehadiran Enny sebagai anggota MKMK, kata dia, justru bisa mempertegas dan mengkonfirmasi langsung dalam menggali keterangan dari hakim konstitusi.
Baca juga: Proses Pemeriksaan Dugaan Kecurangan Hakim MK Tertutup, Ketua MKMK: Saya Maunya Terbuka
“Kan beliau bisa langsung mengcounter kalau ada keterangan hakim yang keliru di situ, ya kan. justru bisa menjadi senjata kan,” ucapnya.
Palguna mengatakan bahwa dirinya yang beberapa tahun belakangan pensiun dari hakim konstitusi pun sempat dipertanyakan ketika diberi amanah memimpin MKMK.
Sebab, kata dia, publik menilai adanya pihak internal di MKMK berpotensi menganggu independensi kinerja Majelis Kehormatan MK itu sendiri.
Di sisi lain, ia pun memahami asumsi publik tersebut.
Baca juga: MKMK Punya Waktu 45 Hari untuk Usut Dugaan Kecurangan Putusan MK
“Ya saya ngerti itu. Dan itu yang selalu saya katakan, analisis atau asumsi macam itu kan dapat dipahami, belum disetujui ya, dapat dimengerti,” ujarnya.
Ia pun mempersilahkan publik ‘mengadili’ MKMK dalam mengusut perkara ini.
Palguna juga berjanji akan menggali pokok permasalahan dugaan kecurangan hakim konstitusi ini.
Baca juga: Penuhi Panggilan MKMK, Zico Curigai Keterlibatan Dua Hakim MK Ubah Substansi Putusan
“Kami akan bekerja dengan proper secermat mungkin dan kalau bisa secepat mungkin tanpa melanggar hukum acara yang ditentukan di dalam peraturan Mahkamah Konstitusi. karena itu lah yang menjadi pegangan kami,” katanya.
9 Hakim MK Dilaporkan ke Polisi
Sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dilaporkan advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak ke Polda Metro Jaya, Rabu (1/2/2023).
Laporan dibuat terkait dugaan perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU MK yang membahas pencopotan Hakim Aswanto.
Zico diwakilkan tiga kuasa hukumnya, yakin Leon Maulana Mirza Pasha, Rustina Haryati, dan Angela Claresta Foekh.
"Hari ini kita baru saja membuat laporan polisi. Pada laporan kali ini kita membuat laporan 9 hakim konstitusi dan juga 1 panitera, 1 panitera pengganti atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan menggunakan surat palsu," kata Leon kepada awak media ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
"Sebagai mana salinan putusan dan juga risalah sidang dan juga dibacakan dalam persidangan terkait dengan subtansi putusan," tambahnya.
Leon melanjutkan, pihaknya tetap mempercayakan MK untuk menangani kasus substansi frasa ini melalui lembaga baru yang dibuat MK, yakin Majelis Kehormatan (MKMK).
Namun di satu sisi pihaknya mempercayakan kepolisian untuk menangani perkara pidana ini.
Ditambah lagi pihaknya meyakini adanya penyalahgunaan dalam perkara yang masih berlangsung.
"Kita percayakan kepada MK untuk menjalankan etik, akan tetapi untuk perkara pidana kita akan jalankan juga," kata Leon.
"Terdapat beberapa oknum juga yang diduga menerima penyalagunaan wewenang dan sekarang di Mahkamah konstitusi dan sekarang kita tempuh jalur pidana terhadap pemalsuan dari subtansi isu putusan," tambahnya.
Sebelumnya perubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK diduga disengaja.
Advokat selaku pemohon dalam perkara itu berpandangan, perubahan itu tidak mungkin sekadar salah ketik atau typo karena tertuang di risalah sidang yang merupakan transkrip dari pembicaraan dalam sidang.
"Saya yakin ini enggak mungkin typo karena bukan di putusan doang, di risalah. Risalah itu adalah transkrip kata-kata pada saat sidang. Tidak pernah saya menemukan risalah tuh berubah juga, beda dari yang diucapkan di sidang," kata Zico.
Dugaan perubahan ini ditemukan Zico saat mendapati adanya perbedaan antara frasa yang dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang diterimanya, yakni dari "dengan demikian, ..." menjadi "ke depan, ...".
"Pada saat dibacakan itu hakim konstitusi Saldi Isra A, dengan demikian hakim konstitusi hanya bisa diganti jika sesuai dengan ketentuan pasal 23 UU," ujar Zico.
"Tapi, di putusan dan risalah sidang, risalah lho, notulen sidang itu, itu kata-katanya ke depan, ke depan hakim konstitusi hanya boleh diganti sesuai dengan pasal 23," katanya lagi.
Secara utuh, putusan yang dibacakan Saldi Isra adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus- menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.
Sedangkan, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis: “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.
Merespon hal tersebut Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MKMK) yang sebelumnya adalah Dewan Etik MK.
“Oleh karenanya, supaya ini lebih fair, independen, kami serahkan ke MKMK untuk menyelesaikan persoalan ini. Jadi begitu intinya. Kemudian MKMK akan segera bekerja, itu mulai tanggal 1 Februari,” Kata Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih.
Dalam Keanggotan MKMK, turut bergabung satu orang hakim Aktif, yakni Enny, satu orang tokoh masyarakat yang paham ihwal hukum serta konstitusi, dan satu orang akademisi.
“Sedangkan kita tahu sekarang bahwa anggota Dewan Etik yang masih aktif sekarang ini hanya satu, yaitu Profesor Sujito, maka kepada beliau melanjutkan keanggotaan MKMK,” jelas Enny.
“Kemudian keanggotaan yang lain adalah Pak Palguna, kita tahu beliau mantan Hakim MK yang sangat berpengalaman luar biasa sejak MK pertama. Dan memiliki integritas yang sangat luar biasa,” sambungnya.
Berikut nama hakim dan panitera yang dilaporkan advokat Zico ke Polda Metro Jaya:
1. Anwar Usman (Hakim Konstitusi)
2. Arief Hidayat (Hakim Konstitusi)
3. Wahiduddin Adams (Hakim Konstitusi)
4. Suhartoyo (Hakim Konstitusi)
5. Manahan MP Sitompul (Hakim Konstitusi)
6. Saldi Isra (Hakim Konstitusi)
7. Enny Nurbaningsih (Hakim Konstitusi)
8. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh (Hakim Konstitusi)
9. M Guntur Hamzah (Hakim Konstitusi)
10. Muhidin (Panitera Perkara No. 103/PUU-XX/2022)
11. Nurlidya Stephanny Hikmah (Panitera Pengganti Perkara No. 103/PUU-XX/2022)