KKP: Perppu Cipta Kerja Perkuat Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) optimis bahwa implementasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) optimis bahwa implementasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja akan memperkuat pengembangan budidaya laut, pesisir dan darat yang ramah lingkungan yang merupakan salah satu program prioritas berbasis ekonomi biru di sektor perikanan budidaya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu mengatakan, pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu No 2 Tahun 2022 atau dikenal dengan Perpu Cipta Kerja sebagai penyempurnaan UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 yang telah berlaku dua tahun berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi.
“Pada prinsipnya materi sub sektor perikanan budidaya yang ada di dalam Undang Undang Cipta Kerja, sama dengan materi yang ada di dalam Perppu Cipta Kerja, tidak ada perubahan. Dan KKP telah melakukan berbagai implementasi percepatan pelayanan dan penerbitan perizinan berusaha, khususnya sub sektor perikanan budidaya,” ujar Pak Dirjen TB Haeru Rahayu dalam keterangannya.
Pria yang akrab disapa Tebe ini pun menyebutkan, upaya yang dilakukan KKP yaitu melakukan revisi penyempurnaan aturan perizinan berusaha di lingkup KKP dan memperbaiki proses bisnis perizinan berusaha yang tertuang melalui penerbitan Permen KP Nomor 10 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kelautan Dan Perikanan.
“Penerbitan Permen KP nomor 10 tahun 2021 ini menjadi solusi bagi para pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan dalam mengurus izin usaha karena lebih cepat dan mudah. Disamping itu, usaha sektor kelautan dan perikanan bisa lebih kondusif,” tutur Tebe.
Selain itu, menurut Tebe, dalam rangka implementasi UU CK tersebut DJPB sendiri sudah menyelesaikan beberapa mandat peraturan perundangan yang diamanatkan yaitu penerbitan Permen 13/2021 tentang Tindakan tanggap darurat dan pengendalian penyakit ikan, Permen KP 19/2021 tentang penebaran kembali dan penangkapan ikan berbasis budidaya dan Penerbitan Kepmen KP 28/2021 tentang jenis penyakit ikan yang berpotensi menjadi wabah. “Penerbitan aturan ini tidak lain adalah upaya mengendalikan penyakit atau wabah penyakit ikan yang menghambat produksi perikanan budidaya,” paparnya.
Pasalnya, sejauh ini KKP melalui DJPB mempunyai program terobosan guna meningkatkan produksi perikanan nasional. Seperti program pembangunan Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) di Kabupaten Kebumen, dan program induk udang unggul guna mengejar target produksi udang 2 juta ton pada tahun 2024. “Perikanan Budidaya menjadi salah satu tulang punggung perekonomian. Oleh karena itu, saat ini KKP dalam hal ini DJPB tengah gencar melakukan program terobosan guna meningkatkan produksi perikanan budidaya terutama produk-produk komoditas ekspor guna meningkatkan devisa negara,” tutur Tebe.
Selain itu, meski gencar dalam peningkatan produksi, proses budidaya tetap sesuai dengan konsep Ekonomi Biru yang diusung oleh KKP. Dimana, setiap proses produksi budidaya yang dilakukan tetap menerapkan prinsip eco-efficiency di sepanjang mata rantai nilai (value chain), mengedepankan pelestarian sumberdaya alam dan pengendalian dampak kerusakan lingkungan hidup serta melibatkan masyarakat setempat sebagai aktor utama pertumbuhan ekonomi. “Sehingga misi menjadikan perikanan budidaya sebagai tulang punggung dan roda perekonomian daerah maupun nasional yang mengedepankan sustainabilty atau keberlanjutan dan tidak ada dampak perusakan lingkungan dapat terwujud,” tukas Tebe.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Gemi Triastutik menambahkan materi sub sektor perikanan budidaya yang diatur dalam Perppu Cipta Kerja tersebut, selain perizinan berusaha meliputi tanggap darurat dan pengendalian penyakit ikan, penebaran kembali dan penangkapan ikan berbasis budidaya dan jenis penyakit ikan yang berpotensi menjadi wabah.
“Perizinan berusaha ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka peningkatan kegiatan usaha melalui penerbitan perizinan berusaha lebih efektif dan sederhana. Penyelenggaran Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada subsektor perikanan budidaya meliputi Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021”, jelas Gemi.
Sebagai Informasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada subsektor perikanan budidaya meliputi 31 KBLI dan 11 Non KBLI. 31 KBLI terdiri dari 19 KBLI Pembesaran Ikan, 3 KBLI Pembenihan Ikan dan 9 KBLI Usaha Jasa. Sementara untuk 11 Non KBLI yaitu 7 Sertifikasi seperti Sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) serta sertifikasi bidang pakan dan obat ikan. Sisanya berupa 4 Rekomendasi yaitu terkait rekomendasi pemasukan dan/atau pengeluaran bidang perikanan budidaya, yaitu Pakan, Obat dan Calon induk/calon Induk/benih ikan/inti mutiara.
“KKP telah menerbitkan produk hukum yang diamanatkan dalam Perppu Cipta Kerja yaitu tindakan tanggap darurat dan pengendalian penyakit ikan, dan jenis penyakit ikan yang berpotensi menjadi wabah. Sebagai upaya pengendalian penyakit ikan dan lingkungan yang dilakukan secara sinergis dan bersama-sama antara Pemerintah dan seluruh stakeholder akan dapat mewujudkan keberhasilan produksi perikanan budidaya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pembudidaya”, tambah Gemi.
Gemi menyampaikan tujuan ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 13 Tahun 2021 juga untuk meningkatkan peran pemerintah, pakar penyakit ikan, perguruan tinggi, sektor swasta dan pembudidaya ikan melalui Gugus Tugas (Nasional, Provinsi dan Kabupaten) dalam upaya Tindakan tanggap darurat dan pengendalian penyakit ikan.
Gemi juga menambahkan diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait penebaran kembali dan penangkapan ikan berbasis budidaya adalah untuk mengatur pelepasan ikan hasil pembudidayaan ikan asli Indonesia ke wilayah penebaran kembali, dalam hal ini perairan umum. Sementara Penangkapan Ikan Berbasis Budidaya adalah pengelolaan sumber daya ikan yang berkembang biak di perairan umum yang merupakan hasil Penebaran Kembali.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyatakan penerapan UU Cipta Kerja perlu tetap mengindahkan prinsip ekonomi biru yaitu berkelanjutan dan seimbang antara pemanfaatan ekonomi dengan kesehatan lingkungan laut dan pesisir. “KKP telah menerapkan ekonomi biru dalam setiap program kebijakan”, jelas Menteri Trenggono.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.