Apakah Aturan Pidana Mati di KUHP Baru akan Berlaku Bagi Ferdy Sambo? Ini Kata Prof Eddy Hiariej
Terkait dengan vonis pidana mati terhadap Sambo dijatuhkan berdasarkan pasal 10 KUHP lama yang memang masih berlaku
Penulis: Gita Irawan
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Prof Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy) ditanya perihal kemungkinan aturan mengenai masa percobaan 10 tahun bagi terpidana mati di dalam KUHP baru akan berlaku bagi Ferdy Sambo.
Eddy yang juga Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) tersebut mengatakan dalam kapasitasnya sebagai seorang Guru Besar Hukum Pidana ia boleh saja mengomentari putusan pengadilan.
Akan tetapi, kata dia, dalam kapasitasnya sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang merupakan pejabat negara maka tidak etis untuk mengomentari putusan pengadilan.
Hal tersebut karena menyinggung kekuasaan yudikatif atau kekuasaan institusi lain.
Namun demikian, lanjut dia, sebagai seorang akademisi maka saya berpegang kepada asas res judicata pro veritate habetur yakni bahwa setiap putusan pengadilan dianggap benar dan harus dihormati.
Baca juga: Daftar Lembaga & Orang yang Tolak Vonis Mati Terhadap Ferdy Sambo: IPW hingga Amnesty International
Terkait dengan vonis pidana mati terhadap Sambo, kata dia, dijatuhkan berdasarkan pasal 10 KUHP lama yang memang masih berlaku.
Sementara KUHP nasional atau KUHP baru, akan berlaku pada 2 Januari 2026.
Selanjutnya, kata dia, muncul pertanyaan perihal eksekusi mati terhadap Sambo dari vonis yang telah dijatuhkan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan putusan pengadilan negeri tersebut belum berkekuatan hukum tetap.
Masih ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan Sambo terkait vonis yang telah dijatuhkan kepadanya yakni banding, kasasi, atau bahkan peninjauan kembali (PK).
Putusan Mahkamah Konstitusi, kata dia, menyebutkan PK bisa dilakukan lebih dari satu kali dan tidak ada batasan berapa kali orang boleh melakukan PK.
"Ketika seorang terpidana mati melakukan peninjauan kembali atas putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap dirinya, itu sebagai salah satu alasan untuk menunda eksekusi," kata Eddy dalam video yang diterima pada Rabu (15/2/2023).
"Kalau tidak ada batasan, itu dilakukan berkali-kali. Jadi jalannya masih panjang," sambung dia.