Selain Demokrat dan PKS, DPD RI Tolak Penetapan Perppu Cipta Kerja Jadi Undang-Undang
Pendapatnya ini berdasarkan pembahasan yang diikuti serta mendengarkan aspirasi masyarakat di daerah dan pemerintah daerah.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menolak penetapan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Peraturan Pemeritnah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Hal ini disampaikan Pimpinan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Dedi Iskandar Batubara saat Baleg DPR RI menggelar Rapat Kerja dengan Pemerintah dan DPD RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2023).
“DPD Berpandangan, atas nama kepentingan masyarakat daerah dan pemerintah daerah serta memperhatikan prinsip-prinsip konstitusional di dalam UUD 1945, maka DPD berpendapat bahwa Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebaiknya tidak perlu untuk disetujui menjadi undang-undang,” kata Dedi Iskandar.
Ia mengatakan bahwa pendapatnya ini berdasarkan pembahasan yang diikuti serta mendengarkan aspirasi masyarakat di daerah dan pemerintah daerah.
Ditambahkannya bahwa semangat pemerintah untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional harus didukung oleh komponen bangsa.
Terlebih kondisi perkembangan global yang fluktuatif serta ancaman multi sektor pasca-pandemi Covid-19.
Selanjutnya, DPD menilai aspek meangingfull participation yang telah dilakukan hanya pada hal sektoral saja.
Baca juga: Alasan PKS dan Demokrat Tolak Penetapan Perppu Cipta Kerja Jadi Undang-Undang
“Padahal pihak paling banyak akibat keijakan Cipta Kerja ini adalah masyarakat daerah dan pemerintah daerah,” kata dia.
Meskipun di sisi lain, upaya yang dilakukan untuk melakukan partisipasi publik itu perlu untuk mengisi kekosongan hukum dan mendesak.
DPD RI, kata Dedi, telah mengamati perjalanan UU No. 11 Tahun 2022 hingga akhirnya terbit Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Atas hal tersebut, Dedi menyebut bahwa pemerintah masih perlu mengkaji ulang pengaturan 4 bidang materi muatan, yakni ketenagakerjaan, sertifikasi halal, perpajakan dan dan pengelolaan sumber daya alam.
“Pemerintah hendaknya mengkaji kembali pengaturannya agar paket kebijakan tidak hanya menguntungkan pelaku usaha menengah keatas,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Peraturan Pemeritnah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Dengan demikian, maka RUU tersebut selanjutnya akan dibahas pada tingkat dua dalam rapat paripurna, dan akan disahkan menjadi Undang-Undang.
Adapun penyetujuan RUU tersebut dilakukan saat Baleg DPR RI menggelar Rapat Kerja dengan Pemerintah dan DPD RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2023).
“Apakah hasil pembahsan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dapat disetujui untuk dilanjutkan ke tahap pembicaraan tingkat 2,” tanya Wakil Ketua Baleg DPR Muhammad Nurdin sebagai pimpinan rapat.
“Setuju,” jawab Anggota DPR dan elemen pemerintah yang hadir.
Dalam rapat tersebut, terdapat 7 fraksi DPR RI yang menyetujui RUU ini. Kemudian ada 2 fraksi di DPR yang menolak RUU tersebut, di antaranya Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).