Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pilot Susi Air Disandera, Lemhannas: Tak Ditemukan Keterkaitan Dengan Penahanan Gubernur Papua 

Aksi kekerasan di Papua itu cenderung tidak berpola, kecuali lokasi. Kalau lokasi kita bisa tahu, modusnya, terbanyaknya ada di mana.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pilot Susi Air Disandera, Lemhannas: Tak Ditemukan Keterkaitan Dengan Penahanan Gubernur Papua 
Ist/Tribun Papua
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya kembali menyebar foto dan video kondisi pilot Susi Air Capten Philip Mark Mehrtens. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menanggapi pertanyaan terkait penyanderaan pilot Susi Air oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto mengatakan aksi tersebut sementara ini tidak terkait dengan penahanan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe oleh KPK beberapa waktu lalu.

Terkait hal tersebut, kata dia, memang ada masalah lokal yang muncul di tingkat tenaga kerja di wilayah tersebut.

Persoalan tersebut, kata dia, kemudian memicu aksi kekerasan berupa perusakan pesawat Susi Air yang kemudian bereskalasi menjadi kasus penyanderaan pilot. 

Hal tersebut disampaikannya usai kegiatan Forum Komunikasi Gubernur Lemhannas RI bersama Pemimpin Redaksi Media Massa dengan tema Mitigasi Risiko Krisis 2023 di kantor Lemhannas RI Jakarta pada Rabu (22/2/2023).

"Tapi tidak ditemukan keterkaitan sistematis antara penahanan Gubernur Papua dengan eskalasi yang baru terjadi minggu lalu," kata Andi.

"Tapi di kami di Lemhannas, ini kembali menunjukkan bahwa fenomena kekerasan di Papua tetap bisa terjadi kapan saja tanpa ada satu pola tertentu yang bisa kita cari treatment khususnya. Dan itu yang sedang kami kaji lebih dalam," sambung dia.

Diberitakan sebelumnya, Andi mengatakan pihaknya telah menyelesaikan satu kajian yang fokus pada variabel simtom kekerasan di Papua hingga Januari 2023.

Berita Rekomendasi

Kajian tersebut, kata dia, merupakan satu dari tujuh kajian tentang Papua yang direncanakan untuk tahun 2023.

Ia mengatakan kajian awal tersebut menemukan sejumlah hal mulai dari peningkatan aksi kekerasan secara jumlah hingga tidak ditemukannya pola terkait aksi kekerasan tersebut.

"Aksi kekerasan di Papua itu cenderung tidak berpola, kecuali lokasi. Kalau lokasi kita bisa tahu, modusnya, terbanyaknya ada di mana. Di kabupaten mana, di wilayah mana, ada polanya. Tapi selain lokasi, tidak ada polanya," kata Andi.

"Jadi dilakukan bulan apa, dilakukan dengan sebab apa, dilakukan oleh kelompok apa, menyerang apa, tidak ada polanya, dan itu mengkhawatirkan," sambung dia.

Temuan lainnya, kata dia, adalah tidak ada korelasi antara indikator ekonomi, indikator sosial, dengan aksi kekerasan. 

Misalnya, kata dia, tidak ada korelasi antara naik turunnya gini ratio, dana otonomi khusus, tingkat kemisminan, pengangguran terbuka dengan aksi kekerasan.

"Dalam artian kita belum punya treatment, harus dicari treatmentnya apa tentang Papua. Itu yang menjadi PR Bu Deputi untuk enam putaran berikutnya," kata Andi.

Menurut dia, hasil kajian tersebut menujukkan perbedaan dengan frnomena teror di Indonesia.

Fenomena teror di Indonesia, kata dia, bisa dilihat dalam tiga babak.

Dalam pembabakan tersebut, kata dia, terlihat penurunan kasus teror. 

"Kalau dari sisi rezim , kita belum punya UU teror, masih desk teror di Polhukam, lalu pindah kita punya UU teror, kita kemudian memiliki BNPT Densus 88, lalu kita ada Koopsus TNI yang membantu di Poso. Treatmentnya kelihatan dari rezim pengendalian, ada pemberantasan teror," kata Andi.

Baca juga: Titik Terang Upaya Penyelamatan Kapten Philips, Polda Papua: Keselamatan Pilot Susi Air yang Utama

"Begitu rezimnya menguat, kasus terornya menurun signifikan. Papua, pola ini nggak ketemu, belum ketemu. Itu yang menjadi PR kami di Lemhannas," sambung dia.

Hasil kajian tersebut, kata dia, baru akan dibahas besok di tingkat rapat koordinasi di Kantor Staf Presiden.

Kajian putaran pertama Lemhannas, kata dia, masih fokus tentang simtom kekerasan dan belum masuk ke faktor lain misalnya penyebab struktural. 

Terkait kajian tersebut, kata dia, Lemhannas juga mengundang Kementrian lembaga terkait termasuk BIN dan BAIS untuk bersama-sama mengkaji fenomena peningkatan aksi kekerasan di Papua

"Kami di putaran pertama dari tujuh ini masih konsentrasi cuma ke simtom kekerasannya dan nanti besok bersama-sama mendiskusikan apa kebijakan yang sama-sama bisa dilakukan kementerian dan lembaga terkait untuk benar-benar fokus mereduksi fenomena kekerasan di Papua," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas