Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terbukti Ambil DVR CCTV Rumah Ferdy Sambo, Irfan Widyanto Penuhi Unsur Tanpa Hak dan Melawan Hukum

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memastikan Irfan Widyanto memenuhi unsur tanpa hak dan melawan hukum dalam merintangi penyidikan

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Terbukti Ambil DVR CCTV Rumah Ferdy Sambo, Irfan Widyanto Penuhi Unsur Tanpa Hak dan Melawan Hukum
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
kolase foto AKP Irfan Widyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023) dan puluhan anggota kepolisian (akpol) tahun 2009/2010 menghadiri persidangan kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice kematian Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (24/2/2023). Adapun angkatan akpol yang bernama Dharma Ksatria itu datang untuk memberikan dukungan terhadap Irfan Widyanto yang menjalani sidang vonis terkait perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memastikan Irfan Widyanto memenuhi unsur tanpa hak dan melawan hukum dalam merintangi penyidikan kematian Brigadir J.

Kesimpulan itu dibacakan Majelis Hakim dalam sidang putusan Jumat (24/2/2023).

Satu di antara beberapa yang dipertimbangkan, yaitu perbuatan Irfan Widyanto yang mengambil dua unit DVR CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo.

Padahal, DVR tersebut memuat informasi elektronik mengenai peristiwa tindak pidana pembunuhan di kediaman Ferdy Sambo.

Perbuatan demikian dinilai Majelis Hakim telah meelawan hukum karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Dilakukan tidak patut dan tanpa seizin ketua RT tersebut adalah perbuatan yang dikategorikan melawan hukum karena tidak memiliki kewenangan dan tindakannya tidak sesuai dengan Pasal 38, Pasal 42, dan Pasal 75 KUHAP dan Pasal 43 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik," ujar Hakim Ketua, Afrizal Hadi di dalam persidangan.

Kemudian terkait unsur tanpa hak dan melawan hukum ini, Majelis Hakim tidak memasukkan pleidoi atau nota pembelaan Irfan Widyanto ke dalam pertimbangan.

BERITA REKOMENDASI

"Unsur tanpa hak atau melawan hukum telah terpenuhi, sedangkan nota pembelaan dikesampingkan," katanya.

Sebagaimana diketahui, dalam perkara ini Irfan Widyanto telah dituntut satu tahun penjara.

Tuntutan itu dilayangkan tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (27/1/2023).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama satu tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.

Tak hanya itu, sang peraih Adhi Makayasa tahun 2010 juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.


"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.

Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irfan Widyanto bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Baca juga: Beri Dukungan, Puluhan Teman Seangkatan AKP Irfan Widyanto Hadir di Pengadilan Negeri Jaksel

JPU pun menyimpulkan bahwa Irfan Widyanto terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Terdakwa Irfan Widyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta dan dengan sengaja tanpa hak melalukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primair," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas