KPK Periksa Dirkeu WanaArtha Life dan 2 Pihak Money Changer di Kasus Korupsi Tanah Pulo Gebang
Saat ini, KPK memang tengah melakukan penyidikan pengadaan tanah di Pulogebang.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaArtha (WanaArtha Life) atau staf yang ditunjuk untuk bersaksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, tahun 2018-2019.
"Pemeriksaan dilakukan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jl. Kuningan Persada Kav-4, Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Senin (27/2/2023).
Selain Dirkeu WanaArtha Life, KPK turut memanggil Christian Ricky Sunarno atau staf lain yang ditunjuk oleh PT Tri Tunggal Devalas dan Direktur PT Sejahtera Valasindo atau staf yang ditunjuk.
Saat ini, KPK memang tengah melakukan penyidikan pengadaan tanah di Pulogebang.
Sejumlah pihak sudah diperiksa dalam kasus tersebut, terdiri dari anggota DPRD DKI Jakarta, pegawai BPN, pegawai BUMD, swasta, dan notaris.
Beberapa waktu lalu, bahkan KPK telah menggeledah kantor DPRD DKI Jakarta. Sejumlah ruangan menjadi lokasi penggeledahan.
Sudah ada tersangka yang dijerat dalam kasus ini. Namun, KPK belum menjelaskan lebih lanjut mengenai perkara tersebut.
Kasus ini diduga pengembangan perkara dugaan korupsi pengadaan tanah di wilayah Munjul, Jakarta Timur, yang ditangani KPK. Pengadaan tersebut dilakukan oleh Sarana Jaya. Perkara tersebut sudah disidangkan.
Kasus itu menjerat Direktur Utama Sarana Jaya Yoory Corneles sebagai tersangka bersama tiga bos PT Adonara Propertindo yakni Tommy Ardian selaku Direktur, dan dua pemilik yakni Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar.
Baca juga: Eks Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan Divonis 6,5 Tahun Penjara Kasus Korupsi Tanah Munjul
Yoory sudah dinyatakan bersalah karena terbukti melakukan pengadaan tanah di Munjul yang tidak sesuai dengan harga seharusnya dan menyebabkan kerugian negara. Dia dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara ketiga swasta juga sudah divonis di tingkat banding dengan hukuman 5 sampai 6 tahun penjara.