KPU Respon Putusan MK Bolehkan Eks Napi Jadi Caleg DPD Setelah 5 Tahun Keluar Penjara
Hasyim Asy’ari menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait mantan terpidana dengan hukuman di atas 5 tahun baru dapat mencalonkan diri
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait mantan terpidana dengan hukuman di atas 5 tahun baru dapat mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) setelah 5 tahun keluar dari penjara.
Diketahui, putusan ini dibacakan majelis hakim konstitusi dalam sidang yang digelar pada Selasa (28/2/2023) atas perkara nomor 12/PUU-XXI/2023.
Putusan MK ini kemudian disebut Hasyim memudahkan KPU dalam merumuskan norma dalam Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan Anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota.
“Karena berdasarkan putusan MK tersebu dan putusan terdahulu terdapat perlakuan setara,” kata Hasyim kepada awak media dalam keterangannya, Selasa (28/2/2023).
Lebih lanjut, putusan MK tersebut, seperti kata Hasyim, istikamah dengan putusan MK sebelumnya tentang substansi norma syarat yang sama atau setara bagi calon kepala daerah, calon Anggota DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, dan calon DPD.
“Bahwa syarat calon Anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi, kabupaten, kota yang pernah terkena putusan pidana dengan ancaman lima tahun atau lebih, baru dapat mencalonkan diri bila telah selesai menjalani pidana,” tuturnya.
“Atau lazim dikenal dg sebutan bebas murni, dan telah melampaui jeda lima tahun sejak bebas murni,” sambung Hasyim.
Dikutip dari Kompas.com, perkara nomor 12/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) atas Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan, Selasa siang.
Melalui putusan nomor 12/PUU-XXI/2023, MK menyatakan Pasal 182 huruf g UU Pemilu tidak berkekuatan hukum tetap dan mengubahnya menjadi:
"Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan:
g. (i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;
Baca juga: Pengawasan Pencalonan DPD RI Dilakukan Melekat, Bawaslu: Utamakan Mediasi
(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan (iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang;"
Putusan ini sama dengan putusan nomor 87/PUU-XX/2022. Bedanya, dalam putusan itu, calon anggota legislatif yang diatur adalah calon anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Ketika itu, setelah terbit Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022, KPU RI mengaku masih ragu untuk menerapkan substansi serupa pada Peraturan KPU tentang pencalonan anggota DPD.
Sebab, Putusan MK Nomor 87/PUU-XX secara eksplisit hanya mengadili gugatan atas pasal pencalonan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.