Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lewat Konsep Nusantaranomics, Indonesia Diharapkan Maju Berkat Kearifan Lokalnya

Nusantaranomics dapat menjadi sumber rujukan bagi kepala daerah di Indonesia untuk memajukan masyarakatnya.

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Lewat Konsep Nusantaranomics, Indonesia Diharapkan Maju Berkat Kearifan Lokalnya
Istimewa
Eka Sastra, Wakil Ketua KADIN sekaligus Ketua Panitia Acara Nusantaranomics 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkembangan ekonomi di Nusantara disebut dilakukan oleh banyak etnis dengan melandaskan pada sikap kekeluargaan, solidaritas sosial, dan kearifan lokal maupun agama.

Konsep itu dipopulerkan oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Prof Dr. Didin S. Damanhuri dengan sebutan Nusantaranomics.

Hal tersebut menjadi pembahasan dalam Simposium dan Loka Karya Nasional Nusantaranomics di Jakarta.

Ketua Panitia acara yang juga Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Eka Sastra menjelaskan, simposium ini merupakan Kerjasama berbagai lembaga yakni IPB, KADIN, LKEN, Kemendagri dan APKASI.

Ia berharap Nusantaranomics dapat menjadi sumber rujukan bagi kepala daerah di Indonesia untuk memajukan masyarakatnya.

"Semoga melalui simposium ini masyarakat kita semakin sejahtera. Bangsa ini bisa besar kalau kita mengelola berdasarkan karakteristik dan keunikan masing masing daerah itulah yang disebut dengan nusantaranomics sebab setiap daerah punya potensi dan sumber daya potensial masing-masing," ujar Eka dalam keterangan yang diterima, Selasa (28/2/2023).

Eka menjelaskan Nusantaranomics merupakan model pendekatan ekonomi politik ala Indonesia yang memiliki kemiripan karakteristik dengan konsep ekonomi solidaritas (The Solidarity Economy).

Berita Rekomendasi

Konsep ini ditandai dengan lahirnya kewirausahaan genuine khas masyarakat Nusantara.

Sementara menurut Rektor IPB University, Prof. Arif Satria,  Nusantaranomcs bisa menjadi basis pertumbuhan lokal dan sumbangan Indonesia untuk kancah global.

Pasalnya, Arif mengatakan saat ini publik masih dipaksa untuk mengadopsi model-model pemikiran dari barat.

"Namun, di saat yang sama kita saat ini juga makin merasakan bahwa pemikiran yang berbasis realitas masyarakat (local) yang memiliki perbedaan sejarah ini kompatibilitasnya relatif kurang pas dengan apa yang terjadi di Indonesia,” kata Arif.

Pada acara yang dihadiri ratusan peserta, terdiri dari kepala daerah, akademisi hingga mahasiswa itu, Arif Satria menyebut, gagasan Nusantaranomics oleh Prof Didin S. Damanhuri dapat menjadi sumber pencerah bagi pemikir-pemikir ekonomi di Indonesia.

Baca juga: Dorong Sektor UMKM Lewat Penguatan Budaya dan Kearifan Lokal

“Saya yakin dengan adanya gagasan ini akan semakin menyemarakkan, menginspirasi pemikir-pemikir di Indonesia untuk yakin bahwa kita memiliki model kepercayaan sendiri untuk mengonstruksi model perekonomian Indonesia sendiri. Tidak lagi terjebak mengagungkan pemikiran-pemikiran barat karena sejatinya orang barat juga tidak tahu apa yang ada di Indonesia,” kata Arif.

Sementara itu Didin S. Damanhuri menjelaskan, Nusantaranomics ditandai dengan lahirnya kewirausahaan genuine khas masyarakat Nusantara.

Wirausaha sosial yang menekankan pada dimensi aktivitas kewirausahaan berbasiskan kebiasaan etnik (ethnic based entrepreneurial activities).

“Kelompok etnik berasal dari berbagai daerah yang bermigrasi ke kota-kota besar. Mereka kemudian membawa dan mengembangkan ciri khas aktivitas ekonominya. Dengan begitu, mereka dianggap sebagai bagian dari aktivitas ekonomi etnik tersebut,” jelas Didin yang juga merupakan pendiri lembaga riset ekonomi INDEF ini.

Didin mencontohkan seperti etnik Minangkabau dengan warung Padangnya, etnik Jawa dengan warung Tegalnya, bisnis besi tua orang Madura, dan batik dari Jawa Tengah, Solo, hingga Yogyakarta.

“Ketika pemikiran ekonomi diletakkan dalam konteks sosial budaya saat ini. Hal itu mendesakkan adanya kebutuhan untuk membumikan ekonomi dalam konteks Indonesia," kata Didin.

"Nusantaranomics menjadi jawaban karena dibangun berdasarkan konteks sosial budaya yang telah ada. Masa Pandemi adalah pertaruhan bagi pendekatan lama di bidang ekonomi yang dapat dianggap mengalami kegagalan dalam meresponnya,” tandasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas