Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahfud MD: Kami Akan Eksaminasi Vonis Kasus Indosurya dengan Beberapa Perguruan Tinggi

Mahfud mengatakan eksaminasi tersebut digelar dalam rangka langkah kasasi yang akan diambil pemerintah melalui Kejaksaan Agung RI atas vonis tersebut.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Mahfud MD: Kami Akan Eksaminasi Vonis Kasus Indosurya dengan Beberapa Perguruan Tinggi
Kanal Youtube Kemenko Polhukam RI
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemerintah akan menggelar eksaminasi yang melibatkan beberapa perguruan tinggi atas vonis kasus KSP Indosurya secepatnya.

Selain itu, kata dia, juga akan disertai penjelasan yuridis dari Kementerian Koperasi, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia.

Mahfud mengatakan eksaminasi tersebut digelar dalam rangka langkah kasasi yang akan diambil pemerintah melalui Kejaksaan Agung RI atas vonis tersebut.

Hal tersebut disampaikannya di kanal Youtube Kemenko Polhukam RI pada Rabu (1/3/2023).

"Dan untuk kasasi itu, dalam waktu dekat, seminggu ke depan, kami akan mengadakan bedah kasus, atau eksaminasi dengan melibatkan beberapa perguruan tinggi beserta penjelasan yuridis dari Kementerian Koperasi, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia. Secepatnya itu akan dilakukan," kata Mahfud.

Mahfud mengatakan kekecewaan pemerintah atas vonis terhadap kasus Indosurya karena tindak pidana yang dilakukan dalam perkara tersebut telah nyata.

Berita Rekomendasi

Tindak pidana tersebut di antaranya korupsi, pencucian uang, melakukan kegiatan perbankan yang ilegal, dan menyelewengkan dana nasabah.

Baca juga: Pengamat Yakini 6 Point Kasasi Kejagung Bisa Jerat Bos Indosurya Secara Pidana

"Tetapi kemudian oleh pengadilan dinyatakan ontslag. Bukan sebagai tindak pidana. Kami sudah memperdebatkan itu lama, dan kami tentu sangat menyayangkan putusan pengadilan yang tidak bisa dihindari itu meskipun kami merasa jauh dari harapan kami sehingga kami akan kasasi," kata Mahfud.

Tidak Boleh Kalah

Mahfud mengatakan perbuatan yang dilakukan oleh para terdakwa kasus penggelapan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya jelas merupakan tindak pidana.

Menurut Mahfud, tindak pidana dalam perkara tersebut sudah ditegaskan baik oleh Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri, maupun PPATK dalam rapat-rapat koordinasi bersama kementerian dan lembaga terkait.

Mahfud membeberkan tindak pidana yang dilakukan oleh KSP Indosurya di antaranya adalah menghimpun uang dari masyarakat tanpa memiliki badan hukum yang jelas.

Selain itu, kata dia, KSP Indosurya pun tidak memiliki dasar hukum sebagai koperasi.

Uang yang dihimpun dari masyarakat dengan sekurangnya 23 ribu korban tersebut, kata Mahfud, kemudian dimanfaatkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang tersembunyi.

Tindakan-tindakan tersebut, kata dia, melanggar undang-undang perbankan dan juga undang-undang tentang pencucian uang.

Sehingga, kata dia, dakwaan dari Kejaksaan terhadap para terdakwa dalam kasus tersebut sudah jelas.

Namun demikian, kata Mahfud, pengadilan memvonis lepas dua terdakwa dalam kasus tersebut.

"Oleh sebab itu, kalau begitu main-mainnya, mari kita kuat-kuatan saja," kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta Pusat pada Selasa (31/1/2023).

"Dia boleh membayar siapapun agar aman, kita kejar terus agar dia membayar terus juga," sambung Mahfud.

Menurut Mahfud, asas ne bis in idem atau seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak berlaku apabila para terdakwa kasus tersebut dijerat dengan locus delicti dan tempus deliciti yang berbeda.

Hal tersebut, kata dia, karena kasus tersebut terjadi di banyak tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda.

Untuk itu, kata dia, saat ini pemerintah masih melakukan analisa untuk melakukan kasasi dan membuka kemungkinan dibukanya penyidikan baru terkait kasus tersebut.

"Pokoknya sekarang masih ada analisis, kita tidak boleh kalah. Rakyat dihisap terus," kata Mahfud.

Mahfud juga menggelar rapat koordinasi untuk membahas vonis tersebut yang dihadiri perwakilan dari Kejaksaan Agung, Bareskrim Mabes Polri, Menteri Koperasi dan UKM, serta Kantor Staf Presiden pada Jumat (27/1/2023).

Putusan ontslag atau lepas dari segala tuntutan hukum terhadap keduanya, kata Mahfud, mengejutkan pemerintah dan rakyat.

Padahal, kata Mahfud, kasus tersebut sudah dibahas lama dan disebut sebagai pelanggaran pidana baik oleh Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan PPATK.

"Oleh sebab itu kita tidak boleh kalah untuk menegakkan hukum dan kebenaran. Pemerintah dan Kejaksaan Agung akan kasasi," kata Mahfud di kanal Youtube Kemenko Polhukam RI pada Jumat (27/1/2023).

"Kita juga akan membuka kasus baru dari perkara ini karena tempus delictinya dan locus delictinya serta korbannya masih banyak. Kita tidak boleh kalah untuk mendidik bangsa ini berpikir secara jernih dalam penegakan hukum," sambung dia.

Selain itu, kata Mahfud, pemerintah juga akan segera melaksanakan putusan PKPU di peradilan niaga atas KSP Indosurya.

"Yang memenangkan itu pemerintah, nasabah atau penabung untuk ya mengambil harta itu untuk dibagi. Itu putusan pengadilan, cuma masalahnya sekarang pengurusnya masih yang lama," kata Mahfud.

Terkait sikap pemerintah terhadap putusan pengadilan tersebut, Mahfud secara terang-terangan enggan menggunakan kalimat "kita harus menghormati keputusan Mahkamah Agung".

Ia memilih menggantinya dengan menggunakan kalimat "kita tidak bisa menghindar dari keputusan Mahkamah Agung".

"Saya sekarang akan mengatakan tidak bisa menghindar karena itu putusan Mahkamah Agung. Mungkin kita tidak perlu menghormati, kita tidak bisa menghindar, gitu aja kan bisa? Nggak bisa, apapun karena itu keputusan Mahkamah Agung," kata Mahfud.

Ia pun menjelaskan dakwaan dalam kasus tersebut sudah jelas yakni pelanggaran Undang-Undang Perbankan pasal 46 tentang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia.

Kemudian, kalaupun Indosurya mengatasnamakan koperasi, kata Mahfud, 23 ribu orang korban kasus tersebut bukan anggota koperasi yang menyimpan uang di sana.

"Kan tidak boleh. Bisa juga masuk ke pencucian uang kan dakwaannya dari itu. Tapi tetap bebas," kata Mahfud.

Dua Bos KSP Indosurya Divonis Lepas

Kasus KSP Indosurya menjadi perhatian publik sejak 2020.

Nilai penggelapannya diperkirakan mencapai Rp106 triliun.

Nilai itu, menjadikan Indosurya sebagai kasus dengan nilai penggelapan terbesar di Indonesia.

Kasus yang telah berlarut-larut ini bermula pada awal tahun 2020.

Pada saat itu, beberapa nasabah ramai mengeluhkan kegagalan bayar bunga dan pokok simpanan anggota oleh KSP Indosurya.

Kasus berlanjut hingga laporan dan masuk meja hijau.

Belakangan, dua petinggi KSP Indosurya menjadi terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana divonis lepas oleh majelis hakim.

Para petinggi yang divonis lepas itu adalah Ketua KSP Indosurya Henry Surya dan Direktur Keuangan June Indria.

June divonis lepas lebih dulu pada Rabu (18/1/2023) di Pengadilan Negeri (PN Jakarta Barat).

Hakim menyatakan melepaskan June Indria dari segala tuntutan hukum. Hak-hak June juga dipulihkan.

Kemudian, Henry juga divonis lepas oleh PN Jakbar pada Selasa (24/1/2023). Henry disebut terbukti melakukan perbuatan perdata dalam kasus ini.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Henry Surya tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana melainkan perkara perdata," kata Hakim Ketua Syafrudin Ainor.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas