Ahli Sebut Dakwaan Irjen Teddy Minahasa Harusnya Batal Demi Hukum Karena Dijerat Pasal Salah
Irjen Teddy Minahasa menjadi satu dari tujuh terdakwa yang terjerat kasus narkotika dengan dakwaan primair Pasal 114 ayat (2) UU No 35 Tahun 2009.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Teddy Minahasa menjadi satu dari tujuh terdakwa yang terjerat kasus narkotika dengan dakwaan primair Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Penerapan pasal itu mendapat sorotan dari penasihat hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris.
Dia menyoroti posisi kliennya sebagai aparat penegak hukum yang lebih pas jika didakwa dengan Pasal 140.
"Kalau seorang aparat polisi melakukan pelanggaran terhadap tata cara penyimpanan, tata cara penyisihan narkoba, apakah harusnya didakwa 114 atau 140 yang juga sama sama pidana?" tanya Hotman Paris dalam sidang lanjutan kasus peredaran narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (6/3/2023).
"Iya karena spesifik ini delik propria. Di sana ada ketentuan penyidik Polri maupun PPNS," kata ahli pidana Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa dalam persidangan yang sama.
Menurut Eva, seorang aparatur negara lebih cocok didakwa Pasal 140 karena memiliki sifat khusus atau lex specialis.
Baca juga: Ahli: Loyalitas AKBP Dody Prawiranegara ke Irjen Teddy Minahasa Tak Benarkan Perbuatan Jual Narkoba
Kemudian Eva menegaskan bahwa penerapan pasal ini dalam konteks barang bukti narkotika yang salah perlakuannya secara prosedur.
"Jadi seorang polisi yang melanggar tata cara penyimpanan, menyimpan di luar jangka waktu, menyisihkan kilogram di luar ketentuan, kena sanksi pidana 140?" tanya Hotman lagi kepada Eva.
"Betul. Dalam konteks barang bukti," kata Eva.
Sementara dalam kronologi yang termaktub di surat dakwaan, Irjen Teddy Minahasa bersama enam terdakwa lainnya diduga menjual barang bukti hasil pengungkapan kasus narkoba oleh Polres Bukittinggi.
Baca juga: Irjen Teddy Minahasa Ngaku Jebak Mami Linda, Ahli: Tidak Boleh Pakai Barang Bukti Sabu
Namun sebagai aparat penegak hukum, Teddy Minahasa bukannya dijerat Pasal 140, tetapi Pasal 114 ayat (2).
Berdasarkan fakta itu, maka Eva menyebut bahwa surat dakwaan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) batal demi hukum
"Jadi surat dakwaan seperti itu harusnya apa?" tanya Hotman Paris.
Baca juga: Sidang Kasus Narkoba Teddy Minahasa, Ahli dari BNN Sebut Sabu Bisa Diuji Lab untuk Tahu Asal-Usulnya
"Batal demi hukum," ujar Eva Achjani.
Sebagai informasi, berikut merupakan perbandingan bunyi Pasal 114 ayat (2) dan 140 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Pasal 114 ayat (2):
Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 140:
(1) Penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).