Jerat Pejabat dengan Harta Tak Wajar, Pakar Hukum Dorong Pengesahan RUU Perampasan Aset
Di aturan hukum tentang perampasan aset tindak pidana, kata dia, dapat dicantumkan soal pembuktian terbalik, reversal of burden of proof atau onus pro
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita, mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PA)
Menurut dia, aturan hukum perampasan aset dapat digunakan untuk menjerat pejabat yang mempunyai harta tidak wajar, seperti Rafael Alun Trisambodo, mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak.
"Pengesahan RUU PA dimaksud sangat mendesak dan strategis," ujarnya dalam keterangan yang diterima pada Kamis (9/3/2023).
Jika merujuk pada kasus Rafael Alun Trisambodo yang disinyalir mempunyai harta di luar kewajaran, kata dia, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi saja tidak akan banyak mengungkap tuntas kasus tersebut.
Menurut dia, penegakan hukum atas aset-aset diduga berasal dari tindak pidana akan lebih efisien dan tuntas jika dilengkapi UU TPPU (tindak pidana pencucian uang,-red) dan juga pemberlakuan UU Perampasan Aset.
Di aturan hukum tentang perampasan aset tindak pidana, kata dia, dapat dicantumkan soal pembuktian terbalik, reversal of burden of proof atau onus proof.
"Dengan metode perampasan secara keperdataan atau in rem forfeiture- metoda telah diatur dalam Rancangan UU Perampasan Aset Tindak Pidana, yang telah dimasukkan prolegnas prioritas tahun 2023," ujarnya.
Baca juga: AG, Pacar Mario Anak Eks Pejabat Pajak Ditahan Polisi, Pengacara Siapkan Bukti untuk Pembelaan
Selain itu, dia mendorong untuk membentuk Komisi Pemeriksa Harta Kekayaan Peyelenggara Negara. Setelah dibentuk, kata dia, lembaga itu diperkuat tugas dan wewenang.
Setelah lembaga itu menemukan perbuatan kolusi, nepotisme dan ketidakseimbangan antara penghasilan kekayaan yang sah dengan hasil perolehan harta kekayaan yang senyatanya diperoleh penyelenggara negara, maka dapat dilimpahkan kepada KPK atau Kejaksaan untuk dilanjutkan dengan penyidikan.
Dia mencontohkan akibat dari tidak efisien pemeriksaan atas LHKPN diketahui ada transaksi janggal di rekening Rafael Alun mencapai Rp 500 M.
Dia menilai angka itu mustahil diperoleh dalam waktu kurang dari lima tahun.
Terbukti pejabat eselon III tersebut diwajibkan melaporkan harta kekayaannya terhitung sejak tahun 2012 yang telah lampau.
"Jika pemeriksaan harta kekayaan telah dilaksanan secara efisien sejak tahun 2012 mustahil diperoleh harta kekayaan senilai setengah triliun rupiah," tambahnya.