FIB dan PDSI Dukung DPR Segera Sahkan RUU Kesehatan
Hal tersebut disampakan dalam forum diskusi bersama jajaran Presidium Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) di Jakarta (8/3/2023).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Persatuan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) dr. Erfen Gustiawan Suwangto menegaskan bahwa PDSI solid mendukung penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law yang dibahas di DPR.
Hal tersebut disampakan dalam forum diskusi bersama jajaran Presidium Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) di Jakarta, Rabu (8/3/2023).
“Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan sangat mendesak segera disahkan agar bisa mengatasi kekurangan dokter dan distribusi dokter yang tidak merata akibat hambatan perizinan menjadi dokter," ungkap Erfen.
Ketua Presidium FIB Apt. Ismail Salim Mattula menyampaikan hal senada.
Baca juga: Pengobatan Tradisional Bakal Jadi Bahasan dalam RUU Kesehatan Omnibus Law
FIB juga bertekad mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law segera disahkan menjadi UU.
Saat ini FIB fokus menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang akan diusulkan ke DPR.
“Kami akan memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan perubahan hukum dan kebijakan penyelenggaraan transformasi sistem Kesehatan yang berpihak pada masyarakat dan tenaga kesehatan," kata Ismail.
Menurut Ismail, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah.
“Saat ini distribusi apoteker belum merata, khususnya di faskes milik pemerintah yaitu puskesmas. Dari 10.260 puskesmas, baru sekitar 30 persen yang ada apotekernya. Artinya pelayanan kesehatan dasar masyarakat dalam kondisi berbahaya, tidak ada yang menjamin keamanan dan efikasi obat yang diterima masyarakat,” tegas Ismail.
Pelayanan Kefarmasian di puskemas tidak cukup dilaksanakan asisten apoteker.
Ismail menambahkan sistem regulasi JKN yang berlaku saat ini abai terhadap upaya kesehatan masyarakat secara mandiri.
“Keberadaan apotek sebagai gate-keeper pelayanan obat dan perbekalan farmasi masyarakat belum diakui negara sebagai fasilitas Kesehatan tingkat pertama (FKTP) BPJS Kesehatan di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," ujarnya.
Dikatakan bahwa upaya preventif dan promotive masyarakat dalam menjaga kesehatannya melalui self-medication/ swamedikasi membutuhkan peran nyata apotek sebagai FKTP.
"Sehingga apoteker dapat berkontribusi dalam efisiensi beban JKN melalui farmakoekonomi," kata Ismail.
Dalam diskusi tersebut FIB dan PDSI menyepakati beberapa poin yang harus diperjuangkan dalam RUU Omnibus Law Kesehatan;
1. Registrasi Tenaga Kesehatan (STR) cukup sekali seumur hidup. STR hanyalah tanda bahwa seorang tenaga kesehatan resmi terdaftar dinegara. Sedangkan untuk memonitor eksistensi tenaga kesehatan, cukup melalui Surat Ijin Praktik (SIP)
2. Keberadaan organisasi profesi kedepan diharapkan fokus pada advokasi, kesejahteraan dan pengembangan profesi anggotanya, tidak hanya berkutat pada administrasi.
3. Perlu diklasifikasikan dengan tegas antara profesi kesehatan dan vokasi kesehatan dalam pengaturan SDM tenaga kesehatan, tidak seperti regulasi saat ini yang mencampuradukkan profesi dan vokasi sebagai tenaga kesehatan setara, yang berdampak pada keselamatan masayarakat.