Soal Permenaker 5/2023, KSPI Sebut Menteri Ketenagakerjaan Sedang Melawan Presiden
Dalam UU Cipta Kerja tersebut mengatur pengusaha tak boleh membayar upah buruh di bawah upah minimum.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meyakini Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah tak berkonsultasi lebih dulu sebelum menerbitkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor Yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
"Menteri Tenaga Kerja telah melawan presiden. Partai Buruh dan organisasi serikat buruh berkeyakinan Menaker tidak berkonsultasi dengan presiden ketika mengeluarkan Permenaker 5/2023," kata Said Iqbal dalam konferensi pers, Sabtu (18/3/2023).
Pasalnya, kata Said Iqbal, Permenaker 5/2023 diterbitkan ketika Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Dalam UU Cipta Kerja tersebut mengatur pengusaha tak boleh membayar upah buruh di bawah upah minimum.
Baca juga: KSPI Akan Lakukan Perlawanan Tolak Permenaker 5/2023 yang Bolehkan Pemotongan Upah Hingga 25 Persen
Namun Permenaker 5/2023 yang baru diterbitkan justru dinilai berkebalikan dari aturan UU Cipta Kerja, yakni membolehkan pemotongan upah para pekerja yang bekerja di perusahaan ekspor.
"Mengapa dikatakan berlawanan dengan presiden, karena presiden sudah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, walau Perppu itu kami tolak tapi faktanya presiden sudah menandatangani," kata Said Iqbal.
"Dalam Perppu itu jelas pasal tentang upah minimum dikatakan tidak boleh pengusaha membayar upah buruh di bawah upah minimum. Kok menteri melawan presiden," jelas dia.
Penjelasan Kemnaker Terkait Permenaker 5/2023: Hanya Perusahaan Ekspor Tertentu Boleh Bayar Upah 75 Persen
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memberikan penjelasan terkait peraturan baru dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023.
Peraturan tersebut tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor Yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Salah satu yang menuai polemik adanya aturan penyesuaian besaran upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh, yaitu paling sedikit 75 persen dari upah yang diterima.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (PHI dan Jamsos) Indah Anggoro Putri menegaskan Permenaker 5/2023 hanya berlaku bagi industri padat karya tertentu, berorientasi ekspor.
"Hanya 5 jenis industri. Industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furniture, dan industri mainan anak. 5 jenis industri ini yang orientasinya ekspor, terutamanya ekspor hanya ke Amerika Serikat dan Benua Eropa, hanya dua itu," kata Putri pada konferensi pers di Kantor Kemnaker, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Syarat lainnya, industri itu harus memiliki pekerja/buruh paling sedikit 200 orang.
Adapun persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen.
Dirjen Kemenaker mengatakan tujuan Permenaker ini untuk memberikan perlindungan bagi pekerja dan buruh, sekaligus mempertahankan kelangsungan kerja para buruh.
Putri juga menekankan pentingnya pemerintah menyeimbangkan keberlangsungan usaha dalam aturan yang dibuat.
Sehingga Permenaker ini juga mempertahankan usaha bagi perusahaan padat karya tertentu berorientasi ekspor terdampak ekonomi global yang membuat permintaan pasarnya menurun.
"Ada beberapa serikat pekerja mengatakan Permenaker ini terlalu pro pengusaha, nggak juga. Kita berusaha menjaga balance. Permenaker ini benar-benar untuk melindungi pekerja/buruh dan juga kelangsungan usaha," ujarnya.
Perubahan ekonomi global yang disebabkan kondisi geopolitik mengakibatkan penurunan permintaan pasar yang cukup signifikan terhadap produk perusahaan industri padat karya (IPK) tertentu, khususnya yang berorientasi ekspor.
Hal tersebut menyebabkan perusahaan terpaksa menahan laju produksinya dan melakukan berbagai tindakan efisiensi.
Kondisi perusahaan IPK tertentu berorientasi ekspor tersebut telah mengakibatkan perusahaan mengambil keputusan untuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Putri memastikan Permenaker ini sudah dimusyawarahkan dan dirumuskan dengan kementerian/lembaga terkait, termasuk LKS Tripartit Nasional.
Ia berujar peraturan ini benar-benar untuk menahan angka PHK, dimana aturannya telah dikunci untuk melindungi pekerja dari upah rendah yang diberikan perusahaan.
"Ini sudah melalui proses harmonisasi regulasi yang dipimpin Kementerian Kumham Dirjen Perundangan-undangan."