Digugat Pengacara Plt Bupati Mimika Agar Tak Tangani Korupsi Lagi, Kejaksaan: Itu Upaya Serampangan
Plt Bupati Mimika, Johannes Rettob menggugat Undang-Undang Kejaksaan RI ke Mahkamah Konstitusi melaui pengacaranya, Yasin Djamaludin.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Plt Bupati Mimika, Johannes Rettob menggugat Undang-Undang Kejaksaan RI ke Mahkamah Konstitusi melalui pengacaranya, Yasin Djamaludin.
Gugatan itu telah teregister di MK sejak 16 Maret lalu dengan nomor 28/PUU-XXI/2023.
Dalam petitum gugatannya, Yasin sebagai penggugat meminta agar Hakim Konstitusi membatalkan Pasal 30 Ayat (1) Huruf D Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Kemudian ada Pasal 39 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi yang diminta untuk dibatalkan.
Selain itu, Yasin juga meminta agar Hakim Konstitusi menghapus frasa "atau Kejaksaan" dalam Pasal 44 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal-pasal tersebut dianggap sang penggugat bertentangan dengan konstitusi dasar Republik Indonesia.
"Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945," katanya dalam permohonan yang teregister di MK.
Sebagaimana diketahui, pasal-pasal yang digugat itu merupakan dasar hukum kewenangan Kejaksaan melakukan penyidikan, khususnya dalam bidang tindak pidana korupsi.
Satu di antaranya, Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut berbunyi:
Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik Kepolisian atau Kejaksaan.
Saat dimintai pendapat mengenai gugatan tersebut, pihak Kejaksaan menilai bahwa itu merupakan upaya corruptor fight back atau perlawanan balik koruptor.
Bahkan gugatan itu juga dianggap serampangan. Sebab terdapat konflik kepentingan, di mana Yasin Djamaludin merupakan pengacara Johannes Rettob yang telah ditetapkan tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Tinggi Papua.
"Bisa juga dibilang upaya serampangan. Ada konflik kepentingan di sana. Mereka ini kan pengacara yang tersangkanya itu telah disidik oleh Kejaksaan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana kepada Tribunnews.com, Senin (20/3/2023).
Terkait substansi yang digugat, Ketut cenderung meresponnya dengan santai.
"Di negara manapun yang namanya penyidik itu tidak hanya penyidik Kepolisian," ujarnya.
Di Indonesia sendiri kewenangan Kejaksaan melakukan penyidikan diatur tak hanya dalam satu undang-undang.
Hal itu dinilai Ketut membuktikan besarnya kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan, khususnya tindak pidana korupsi.
Baca juga: Tolak Kriminalisasi Johannes Rettob, Ribuan Warga Mimika Gelar Aksi Damai
"Yang paling krusial adalah kewenangan Kejaksaan tentang penyidikan kasus korupsi tidak hanya diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan tapi juga diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang KPK. Sebesar itu," katanya.
Gugatan terhadap Undang-Undang Kejaksaan pun disebut Ketut bukan yang pertama dilakukan Yasin Djamaludin.
Namun kenyataannya, hingga kini Kejaksaan masih memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, khususnya tindak pidana korupsi.
"Itu sudah dilakukan gugatan, baik dilakukan ke MK maupun di MA. Dan faktanya bahwa kita masih mempunyai kewenangan itu."
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.