Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahfud Md: Transaksi Rp 349 T soal Pencucian Uang, Bukan Korupsi dan Bukan Uang Negara

Mahfud MD menyebut transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun adalah pencucian, bukan korupsi dan bukan uang negara.

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Nanda Lusiana Saputri
zoom-in Mahfud Md: Transaksi Rp 349 T soal Pencucian Uang, Bukan Korupsi dan Bukan Uang Negara
Warta Kota/Yulianto
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). - Mahfud MD menyebut transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun adalah pencucian, bukan korupsi dan bukan uang negara. 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md menangapi soal laporan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun.

Mahfud MD menegaskan kasus ini bukanlah tindak pidana korupsi, melainkan tindak pidana pencucian uang.

Hal tersebut disampaikan Mahfud MD dalam konferensi pers yang digelar Senin (20/3/2023) dikutip dari Kompas Tv.

"Ini bukan (tentang) laporan korupsi, tapi laporan tentang dugaan tindak pidana pencucian uang yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun."

"Jadi jangan berasumsi bahwa Kementerian Keuangan korupsi Rp 349 triliun, tidak begitu," jelas Mahfud Md.

Dijelaskan Mahfud Md, tindak pidana pencucian uang itu sering menjadi besar, karena itu menyangkut kerja intelijen keuangan.

Baca juga: Puji Sri Mulyani, Mahfud MD Sebut Transaksi Rp 300 Triliun Pegawai Kemenkeu Bukan Korupsi

"Uang yang sama mungkin berputar 10 kali secara aneh itu mungkin dihitungnya hanya dua atau tiga kali, padahal perputarannya 10 kali, itu tetap dihitung sebagai perputaran uang aneh, nah itulah yang disebut tindak pinjaman penyucian uang"

Berita Rekomendasi

"Ini kalau pencucian uang itu artinya meliputi satu kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarganya, kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun tidak bergerak atas nama pihak lain."

"Membentuk perusahaan cangkang, mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan operasional perusahaan itu menjadi sah kemudian menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan," jelas Mahfud Md.

Termasuk menyembunyikan harta hasil kejahatan dalam safe deposit box ( SDB) atau tempat lain.

"Nah itu semua yang harus dilacak, oleh sebab itu menjadi besar dan laporan resmi mungkin Rp 56 miliar, tapi sesudah dilacak pergerakan uangnya ada Rp 500 miliar, itu pencucian," ujar Mahfud Md.

Kendati demikian, Mahfud Md menekankan jika hal tersebut tidak selalu berkaitan dengan pegawai di Kementerian Keuangan.

"Sekali lagi, itu tidak selalu berkaitan dengan pegawai di Kementerian Keuangan dan itu bukan uang negara," tegas Mahfud Md.

Meskipun pihaknya tidak menampik bahwa laporan pencucian uang ini tidak hanya menyangkut orang luar, tetapi juga ada kaitannya dengan orang dalam Kemenkeu.

"Untuk itu kami tadi bersepakat, Kemenkeu akan melanjutkan untuk menyelesaikan semua laporan hasil analisis (LHA) yang diduga sebagai tindak pidana penyucian uang dari PPATK baik yang menyangkut pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan maupun pihak lain," ujar Mahfud.

Baca juga: Temui Influencer hingga Pegiat Seni, Sri Mulyani Serap Aspirasi untuk Bersih-Bersih Kemenkeu

Kemenkeu Tindaklanjuti

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti soal laporan tindak pencucian uang.

Sri Mulyani juga akan terus pro aktif bekerjasama dengan aparat penegak hukum dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menjaga keuangan negara.

Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam konferensi pers bersama Mahfud Md.

"Aparat penegak hukum melakukan penyelidikan dan melakukan langkah-langkah dari penegakan hukum, kami berkerja sama dengan aparat penegak hukum dan PPATK."

"Ini menjelaskan bahwa Kemenkeu tidak berhenti, bahkan kami pro aktif minta PPATK membantu menjaga keuangan negara," kata Sri Mulyani.

Soal adanya transaksi janggal dengan nilai transaksi lebih dari Rp 300 triliun, Sri Mulyani bakal menindaklanjuti sesuai dengan tugasnya.

Baca juga: Temui Influencer hingga Pegiat Seni, Sri Mulyani Serap Aspirasi untuk Bersih-Bersih Kemenkeu

Pihaknya pun menjelaskan detail pembagiannya.

PPATK, kata Sri Mulyani telah mengirimkan surat kepada Kemenkeu pada 7 Maret 2023.

"Surat ini berisi serluruh surat-surat PPATK kepada Kemenkeu terutama inspektorat jenderal dari periode 2009-2023 ada 196 surat."

"Surat ini tanpa ada nilai transaksi, hanya ada nama yang ditulis PPATK dan tindak lanjut Kemenkeu," ujar Sri Mulyani.

Terhadap 196 surat tersebut, Insperktorat Jendral dan Kemenkeu telah melakukan sejumlah langkah.

"Dari Gayus sampai sekarang, ada yang sudah kena sanksi, penjara, ada yang diturunkan pangkatnya, kita menggunakan PP Nomor 94 tahun 2010 mengenai ASN," lanjut Sri Mulyani.

Soal Rp 300 triliun, Kemenkeu baru menerima surat kedua pada 13 Maret 2023 yang berisi angka nilai transaksi dengan nomor SR/3160/AT.0101/III/2023.

Dijelaskan Sri Mulyani, di dalam surat tersebut berisi rekapitulasi hasil pemeriksaan transaksi keuangan Kementerian Keuangan.

Baca juga: Tak Hanya Mahfud, Sri Mulyani Juga Bakal Dipanggil DPR soal Polemik Transaksi Rp300 T di Kemenkeu

Ada lampiran 300 surat dengan nilai transaksi total Rp 349 triliun.

"65 surat dari 300 surat tersebut, berisi transaksi keuangan dari perusahaan/badan/perseorangan yang didalamnya tak ada orang Kemenkeu," ujar Sri Mulyani.

Namun, surat tersebut menyangkut tugas dan fungsi Kemenkeu, yakni soal ekspor dan impor.

"65 surat tersebut senilai Rp 253 triliun, artinya PPATK menengarai adanya transaksi perekonomian, perdagangan atau pergantian properti yang mencurigakan dan dikirimkan kepada Kemenkeu supaya Kemenkeu bisa menindaklanjutinya sesuai tugas kita."

"99 surat lainnya, adalah surat PPATK kepada aparat penegak hukum dengan nilai transaksinya Rp 74 triliun, sedangkan 135 surat dari PPATK yang menyangkut ada nama pegawai Kemenkeu, nilainya lebih kecil dari itu (sekitar Rp 22 triliun)," jelas Sri Mulyani.

Dan satu surat yang sangat menonjol dari PPATK adalah nomor 205/PR.01/2020 dikirimkan 19 Mei 2020.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas