VIDEO Syabda Perkasa Ternyata Sempat Dibawa ke RS: Fakta dan Kronologi Kecelakaan di Tol Pemalang
Pebulutangkis putra Indonesia, Syabda Perkasa Belawa diketahui sempat dilarikan ke rumah sakit sebelum dinyatakan meninggal dunia.
Editor: Srihandriatmo Malau
Syabda kecil sering ikut sang ayah ketika sedang bermain bulutangkis di Bekasi.
Ketika ikut Muanis, Syabda melihat ada anak kecil lainnya tengah bermain bulu tangkis, dan dari situlah timbul keinginan Syabda untuk bermain bulutangkis.
"Dia minta ke saya, ya waktu itu saya bilang, adek mau, katanya mau, akhirnya saya carikan klub terdekat dari rumah dan diterima," jelasnya.
Sejak masih berusia 5 tahun, Syabda aktif berlatih sehari sekali, dan intensitas latihan ditambah ketika duduk dibangku kelas 3 SD.
Setelah itu, Syabda mengikuti audisi beasiswa PB Djarum Kudus dan berhasil lolos setelah mengalahkan lebih dari 1300 peserta dari seluruh Indonesia.
Anak kedua dari tiga bersaudara itu menimba ilmu di PB Djarum Kudus sejak tahun 2013 dan pada tahun 2018 didapuk menjadi atlet pelatnas PBSI.
Berbagai ajang kejuaraan junior level internasional pernah diikuti dan beberapa kali berhasil mengalungkan medali.
Syabda juga berhasil meraih medali perak PON Papua.
Kisah Syabda Kecil
Saat masih kecil, Syabda yang terkadang mengalami kekalahan saat bertanding selalu menangis dan terkadang membuang raket karena merasa kesal.
"Iya benar, saya sampai ke psikolog, lihat anak saya kok jadi pemarah, saya takutnya emosionalnya over, tapi ternyata tidak," jelasnya.
"Ternyata setelah saya konsultasi, dia itu tipikal kalau dia mau, ya dia harus melakukan yang terbaik, makanya pertandingan ingin menang terus," tambahnya.
Pembawaannya itulah yang akhirnya dengan situasi genting, Syabda mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dan berakhir dengan kemenangan.
Sebagai orangtua, Muanis selalu mendukung pilihan Sang anak, yang bertekad masuk ke dalam jajaran legenda pemain bulutangkis Indonesia, seperti Alan Budikusuma hingga Taufik Hidayat.
"Awalnya saya tidak membayangkan bisa sejauh ini, awalnya inginnya sederhana saja, anak saya memilih olahraga sehingga punya teman pergaulan yang lebih jelas, daripada nggak punya kegiatan hanya nongkrong saja," terangnya.
"Mohon doanya untuk masyarakat Indonesia, semoga anak saya bisa mencapai apa yang dicita-citakan," pungkas Muanis.
Sayang impian Muanis untuk melihat putranya menjadi pebulutangkis nomor satu dunia kini pupus karena Syabda telah tiada.
Meski demikian, impian Syabda untuk agar bulutangkis Indonesia kian berprestasi tak akan pernah padam dan bakal diteruskan oleh generasi setelahnya.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.