Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengenal Perppu Cipta Kerja 2023 dan Bedanya dengan UU Cipta Kerja 2020

MK menilai UU tersebut cacat formil lantaran dalam proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Mengenal Perppu Cipta Kerja 2023 dan Bedanya dengan UU Cipta Kerja 2020
TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GAN
Massa yang tergabung dalam Aliansi Simpul Puan menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Perempuan Sedunia atau International Women's Day (IWD), di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/3/2023). Dalam aksinya, mereka menyuarakan 12 tuntutan, diantaranya segera sahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), Batalkan Perppu/UU Cipta Kerja yang memperburuk penghidupan perempuan dan rakyat, jamin hak atas pekerjaan bagi seluruh rakyat, tolak diskriminasi berbasis gender, disabilitas, dan usai lanjut atas pekerjaan. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Aturan itu diteken Presiden Jokowi pada Jumat (30/12/2022).

Perppu ini yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang oleh DPR.

Apa bedanya dengan UU Cipta Kerja 2020 lalu?

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan bahwa substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perppu pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perpu 2/2022 sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja/buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis,” ujar Menaker dikutip dari situs Setkab, Selasa (21/3/2023).

Adapun substansi ketenagakerjaan yang disempurnakan dalam Perpu ini antara lain:

Pertama, ketentuan alih daya (outsourcing). Dalam UU Cipta Kerja tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, sedangkan dalam Perpu ini, jenis pekerjaan alih daya dibatasi.

Berita Rekomendasi

“Dengan adanya pengaturan ini maka tidak semua jenis pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan outsourcing. Nantinya, jenis atau bentuk pekerjaan yang dapat dialihdayakan akan diatur melalui peraturan pemerintah,” ujar Ida.

Kedua, penyempurnaan dan penyesuaian penghitungan upah minimum. Upah minimum dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Formula penghitungan upah minimum termasuk indeks tertentu tersebut akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

Pada Perpu ini ditegaskan bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi (UMP) serta dapat menetapkan upah minimum UMK apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi daripada UMP.

“Kata ‘dapat’ yang dimaksud dalam Perpu harus dimaknai bahwa gubernur memiliki kewenangan menetapkan UMK apabila nilai hasil penghitungannya lebih tinggi dari UMP,” kata Menaker.

Ketiga, penegasan kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk pekerja/buruh yang memiliki masa kerja satu tahun atau lebih.

Keempat, terkait penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Kelima, perbaikan rujukan dalam pasal yang mengatur penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas