Bersih-bersih Kementerian Keuangan Tugas Berat, Usulan Copot Sri Mulyani Dinilai Tak Tepat
Wakil Sekretaris Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DKI Jakarta, Ferdio Simanjuntak, mendukung langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DKI Jakarta, Ferdio Simanjuntak, mendukung langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam agenda membersihkan internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dari tangan-tangan kotor para oknum pegawainya.
Kemenkeu saat ini mendapat sorotan tajam masyarakat usai viral kasus penganiayaan yang melibatkan anak dari eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo (RAT).
Kasus penganiayaan yang dilakukan putra RAT tersebut seolah membuka kotak pandora di balik kekayaan tak wajar dan hobi pamer harta atau flexing sejumlah pejabat pajak.
Seperti RAT dan keluarganya, kemudian Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto; dan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono.
“Jika insiden itu tidak pernah terjadi mungkin sampai langit runtuh pun kekayaan tak wajar sejumlah pegawai Kemenkeu seperti RAT, Eko Darmanto, dan Andhi Pramono, tak akan pernah mendapatkan perhatian publik seluas ini. Saya melihat ini adalah berkah yang menyakitkan, tapi setidaknya dari titik inilah kita bisa belajar bahwa sebaik apapun Ibu Sri bekerja, masih ada yang tidak sempurna,” ujar Ferdio kepada wartawan, Selasa (21/3/2023).
Ferdio juga turut menyoroti berbagai isu yang menghantam Kemenkeu setelah viral kasus penganiayaan tersebut.
Mulai dari seruan boikot bayar pajak, seruan untuk mencopot Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan, hingga transaksi mencurigakan (TKM) Rp349 triliun.
Menurutnya, seruan boikot bayar pajak bukanlah hal yang tepat untuk disampaikan saat ini.
“Kalau seruan boikot bayar pajak terealisasi, tentu itu akan merugikan kita sendiri. Ada banyak problem sosial yang akan terjadi bila seruan ini menjadi kenyataan. Dan lagi, poros keberlangsungan kehidupan kita bernegara adalah penerimaan negara itu sendiri,” katanya.
Mengenai seruan agar Sri Mulyani dicopot dari posisi Menkeu, Ferdio juga tidak sepakat.
Baginya, Sri Mulyani masihlah sosok yang tepat untuk menjadi nakhoda Kemenkeu yang ternyata memiliki banyak persoalan.
“Bila bukan Ibu Sri, memangnya siapa yang bisa memimpin Kemenkeu saat ini? Kita lihat, di tengah situasi ini Sri Mulyani tetap bekerja profesional dan berusaha menuntaskan segala persoalan sembari membersihkan Kemenkeu. Ini tugas berat, lebih baik berikan Bu Sri waktu untuk menyelesaikan ini semua,” sambungnya.
Lebih lanjut, Ferdio berpandangan pernyataan pemerintah mengenai TKM di Kemenkeu yang dua pekan terakhir menyita perhatian publik Tanah Air kini menjadi lebih jelas usai Menkopolhukam Mahfud MD dan Sri Mulyani, Senin (20/3) kemarin, memberikan keterangan resmi.
Pertama, yakni terkait jumlah transaksi mencurigakan yang setelah dikoreksi naik dari Rp300 triliun menjadi Rp349 triliun.
Baca juga: Demo di Gedung DJP, Partai Buruh Desak Sri Mulyani Mundur & Dirjen Pajak Suryo Utomo Dicopot
Ferdio juga menyoroti ucapan Mahfud yang menyatakan bahwa transaksi itu diduga sebagai hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang sebagian besar berkaitan dengan aktivitas perpajakan, kepabeanan, dan cukai oleh perusahaan.
“Pak Mahfud juga meluruskan bahwa transaksi janggal yang diduga pencucian uang itu tidak semuanya melibatkan pegawai Kemenkeu, melainkan perusahaan, persero, dan badan. Ini satu langkah yang baik setelah sebelumnya informasi terkait transaksi janggal itu tidak jelas dan hanya menyudutkan Kemenkeu,” ucap Ferdio.
Ferdio mengutarakan, seharusnya sebelum informasi terkait transaksi janggal itu disebarkan kepada publik, Mahfud dan Sri Mulyani duduk bersama seperti ini.
“Kemarin itu ramai kan karena terkesan tidak ada konsolidasi dan sinkronisasi data. Harusnya sebagai pembantu presiden mereka duduk bersama, setelah itu baru beri statement publik bersama. Jadi kesannya, soliditas para pembantu presiden tidak berjalan. Malah terkesan saling bersaing dan saling menyerang,” tuturnya.
“Pembelajarannya, kalau perspektif informasi publik, segala isu itu dipetakan betul, dikroscek, sampai ada keputusan kelembagaan, validitas. Seidaknya sampai lembaga yakin ini informasi yang benar, baru diomongkan. Jadi jangan berwacana yang malah membuat publik geger,” tandas Ferdio.