PPATK Bantah Punya Niat Politik Tak Sehat ke Kemenkeu soal Laporan Transaksi Rp 300 T
PPATK bantah dituding memiliki motif politis untuk memojokan Kemenkeu soal laporan transaksi janggal Rp300 triliun.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Komisi III DPR memanggil Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
DPR memanggil PPATK untuk mengklarifikasi dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di pusaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Anggota Komisi III DPR Benny K Harman, sempat menanyakan soal motif Menkopolhukam Mahfud MD dan PPATK mengungkapkan laporan tersebut.
Benny menduga, Mahfud dan PPATK memiliki niat politis tak sehat untuk memojokan Kemenkeu.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, pun dengan tegas menyatakan dirinya tak memiliki niat tersebut terkait dibukannya laporan hasil analisis (LHA) transaksi janggal itu.
Adapun, tudingan itu disampaikan Benny usai Ivan menyatakan Mahfud MD boleh membuka laporan transaksi janggal itu ke publik.
Baca juga: Komisi III DPR RI Cecar PPATK, Tanya Urgensi Mahfud MD Ungkap Transaksi Janggal Rp 300 T
"Kalau Anda mengatakan (mengumumkan ke publik) itu boleh, tolong tunjukan kepada saya, pasal berapa dalam Undang-undang ini? Coba tunjukkan."
"Sebab kalau tidak, Saudara Menkopolhukam dan Anda juga sebetulnya punya niat politik yang tidak sehat, mau memojokkan Kemenkeu atau sejumlah tokoh di Kemenkeu. Itu yang Saudara lakukan?"
"Coba tunjukan ke saya pasal mana," ujar Benny, Selasa (21/3/2023) dikutip dari YouTube DPR RI.
Ivan menuturkan, mengenai keterbukaan temuan itu pada publik menurutnya diperbolehkan.
Hal tersebut berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite TPPU.
Peraturan itu, kata Ivan, merupakan turunan dari Pasal 92 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2010 yang mengamanatkan pembentukan Komite TPPU.
Seperti diketahui Mahfud MD merupakan Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU).
"Yang menjadi referensi kami adalah Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012, ini turunan dari Pasal 92 ayat 2," kata Ivan.