BEM UI Buat Meme Puan Maharani Berbadan Tikus, PKS: Suara Kritis yang Perlu Didengar Penguasa
Kholid menuturkan bahwa suara kritis mahasiswa itu merupakan ekspresi demokrasi yang harus diberikan ruang kebebasan.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Kholid menyebutkan bahwa suara kritis BEM Universitas Indonesia (UI) yang mengkritik Puan Maharani berbadan tikus harus didengar oleh penguasa.
"BEM UI memiliki reputasi sebagai suara kritis yang perlu didengar oleh penguasa. Terkait cara menyampaikan itu hal teknis saja, bisa demo di jalan bisa juga buat meme di tiktok atau medsos," ujar Kholid saat dikonfirmasi, Jumat (24/3/2023).
Kholid menuturkan bahwa suara kritis mahasiswa itu merupakan ekspresi demokrasi yang harus diberikan ruang kebebasan.
"Apalagi BEM UI memiliki sejarah panjang dalam mengawal jalannya roda pemerintahan dari ragam era dan kepemimpinan," jelasnya.
Baca juga: PDIP Bakal Panggil BEM UI Untuk Dialog Buntut Unggahan Meme Puan Maharani Berbadan Tikus
Di sisi lain, Kholid menambahkan bahwa pihaknya juga senada dengan BEM UI untuk menolak UU Cipta Kerja.
"Sikap PKS menolak UU Cipta Kerja dan Perppu Cipta Kerja. Secara substansial kami sama dengan BEM UI yakni menolak. PKS berjuang suarakan penolakan itu di parlemen," pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengunggah meme kiritikan terhadap Ketua DPR RI Puan Maharani.
Dalam unggahan tersebut, Ketua DPP PDIP itu tampak berbadan tikus sembari tersenyum.
Meme foto Puan tersebut berlatar belakang Gedung Kura-kura DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
Meme itu merupakan bentuk protes dari BEM UI terhadap pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) menjadi undang-undang (UU).
"Kami tidak butuh dewan perampok rakyat," tulis BEM UI di laman resmi TikTok mereka, dilihat pada Kamis (23/3/2023).
Ketua BEM UI Melki Sedek Huang mengatakan unggahan tersebut merupakan bentuk kemarahan pihaknya terhadap DPR RI saat ini.
"Kami rasa DPR sudah tidak pantas lagi menyandang nama Dewan Perwakilan Rakyat dan lebih pantas diganti namanya menjadi dewan perampok, penindas, ataupun pengkhianat rakyat," kata Melki kepada wartawan, Kamis (23/3/2023).
Sebab, Melki menyebut Perppu Ciptaker merupakan produk inkonstitusional.
Terlebih, isi dari Perppu Ciptaker merampas hak-hak masyarakat, mengkhianati konstitusi, dan tak sesuai dengan isi hati rakyat.
"DPR harusnya menuruti putusan MK untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dengan partisipasi bermakna, bukannya malah turut mengamini tindakan inkonstitusional Presiden Jokowi (Joko Widodo) dengan mengesahkan Perppu Cipta Kerja yang menyalahi konstitusi," ujarnya.
Melki menjelaskan unggahan tersebut bermaksud agar masyarakat tak percaya kepada DPR RI periode ini.
"Melalui publikasi tersebut kami ingin sampaikan pada masyarakat untuk jangan berharap dan percaya banyak pada DPR saat ini karena bagi kami DPR tak lebih dari perampas hak masyarakat dan pelanggar konstitusi," imbuhnya.
Adapun Perppu Ciptaker telah disahkan menjadi undang-undang pada Sidang Paripurna IV yang digelar di Gedung Parlemen, Senayan pada Selasa (21/3/2023).
Hal ini disampaikan oleh Ketua DPR RI sekaligus ketua sidang paripurna, Puan Maharani.
"Apakah rancangan undang-undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Puan dikutip dari TV Parlemen.
"Setuju!" jawab peserta sidang paripurna.
Kemudian, Puan pun mengetuk palu sebanyak tiga kali.
Tak cukup sekali, Puan pun kembali bertanya kepada peserta sidang terkait kesetujuan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Peserta pun kembali menyatakan setuju agar Perppu Cipta Kerja dijadikan undang-undang.
Sebelum disahkan, anggota DPR dari Fraksi Demokrat dan PKS menolak disahkannya Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang.