Buruh Minta Kasus Kecelakaan Kerja PetroChina Jabung Dibuka Seterang-terangnya
Gerakan Buruh menyoroti dua kecelakaan kerja di perusahaan migas PetroChina International Jabung Ltd, Tanjung Jabung Barat, Jambi
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Buruh menyoroti dua kecelakaan kerja di perusahaan migas PetroChina International Jabung Ltd, Tanjung Jabung Barat, Jambi yang sampai saat ini belum ada kabar tindak lanjut pemeriksaannya.
Gerakan Buruh meminta hasil audit dan investigasi dibuka transparan.
Demikian ditegaskan Ilhamsyah, Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) di Jakarta, Selasa (27/3/2023).
"Sudah sampai mana audit dan investigasinya? Apa sanksi pada perusahaan yang menyebabkan kecelakaan berujung kematian pekerja itu. Jangan ada yang ditutup-tutupi," kata Ilhamsyah, dari gerakan buruh.
Seperti diberitakan Tribun Jambi, SKK Migas–PetroChina International Jabung Ltd menyampaikan kabar duka atas meninggalnya korban dari ledakan Pipa Line Gas Sumur NEB#9 RT 06 Dusun Pematang Lindung Desa Pematang Buluh Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar).
Kecelakaan kerja pertama terjadi dalam area NEB#9 di Kecamatan Betara, Tanjung Jabung Barat, pada Minggu (18/12/2022) pukul 01.45 WIB menyebabkan dua pekerja tewas dan enam lainnya mengalami luka bakar.
Kemudian pada Senin (9/1/2023) pukul 23.33 WIB, tangki lumpur Rig Bohai-85 Petrochina di Desa Delima, Kecamatan Tebing tinggi, Tanjung Jabung Barat, terbakar.
Sebanyak tiga pekerja mengalami luka bakar dan patah tulang akibat insiden ini.
Lebih jauh, Ilhamsyah meminta agar Dirjen Binawas Kemnaker dan Pengawas Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat melakukan audit menyeluruh atas Sistem Manajemen K3 di perusahaan tersebut.
"Kecelakaan kerja mayoritas terjadi karena adanya pelanggaran oleh perusahaan," tegasnya.
Ilhamsyah mengingatkan agar audit yang dilakukan meliputi jam kerja para buruh karena jam kerja yang panjanag menyebabkan kelelahan dan rentan kecelakaan kerja serta izin pengoperasioan alat-alat berat di lokasi proyek tersebut.
"Terkait jam kerja, Gubernur Jambi sudah menyebutkan adanya pelanggaran jam kerja, di mana seharusnya kerja lembur hanya sampai jam 10 malam, sementara kecelakaan terjadi pada jam 01.45," ujar pimpinan Partai Buruh ini.
Baca juga: Pemagang Indonesia di Jepang Meninggal akibat Kecelakaan Kerja saat Bertani Kerang di Kota Yakumo
Ia menegaskan berdasarkan pasal 188 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja No.11/2020 menyatakan jika pengusaha/perusahaan melanggar Pasal 78 ayat (1) mengenai syarat adanya persetujuan dari pekerja untuk melakukan kerja lembur, maka dikenai sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5 juta dan paling banyak Rp 50 juta. Dan tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana pelanggaran.
Selain itu, pengawas ketenagakerjaan harus memastikan status para pekerja dalam proyek tersebut karena para pekerja di proyek-proyek pemerintah berasal dari sub-kontraktor yang statusnya hubungan kerjanya borongan/kontrak.
"Pengawas harus mengecek status pekerja, upah, dan kepesertaan BPJS kesehatan/Ketenagakerjaan," ujar Ketua Bapilu Partai Buruh ini.
Pengawas ketenagakerjaan harus menegakkan aturan, apabila memang ditemukan pelanggaran-pelanggaran serius dalama pelaksanaan perintah kerja, untuk menghentikan izin pekerjaan, dan melakukan penyidikan atas kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian.
"Pengawas ketenagakerjaan harus bekerja sama dengan polisi untuk mendalami unsur pidana dalam kejadian ini," tegasnya.
Hingga saat ini, sekitar 2 bulan sejak kejadian kecelakaan pertama pada bulan Desember 2022, SKK-MIGAS selaku perwakilan pemerintah Indonesia yang mengawasi kegiatan hulu MIGAS di Indonesia masih melakukan proses evaluasi terhadap laporan kecelakaan kerja sebagai bentuk pertanggungjawaban moral terhadap publik dan para pemangku kepentingan.
Berbagai aksi unjuk rasa yang telah dilakukan oleh lembaga independen di Jambi terkait hal ini sebagai bentuk kekecewaan dan tuntutan keadilan belum juga mendapat tanggapan serius.