Pengamat: Penataan Zona Penyangga Objek Vital Nasional Tak Bisa Dilakukan Hanya oleh Pertamina
Menurut Toto, Pertamina perlu dukungan dan harus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemda setempat.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat BUMN Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan, Pertamina tak bisa sendirian menata buffer zone di berbagai objek vital nasional (Obvitnas) yang dimiliki.
Menurut Toto, Pertamina perlu dukungan dan harus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemda setempat.
“Koordinasi lintas K/L dan Pemda sangat penting untuk menjaga keamanan aset vital ini,’’ kata Toto dalam keterangannya, hari ini (30/3/2023).
Baca juga: Dalami Unsur Pidana Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Polri Periksa Ahli Migas
Untuk Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang misalnya, Toto mengatakan, salah satu dukungan yang dibutuhkan adalah dari Pemerintah setempat.
Dalam hal ini, Pertamina dengan didukung Pemprov DKI, membebaskan lahan permukiman. Dengan demikian, posisi depo Plumpang lebih steril.
Pembebasan permukiman ini penting, karena dalam pandangan Toto, posisi depo Plumpang sangat ideal dan strategis karena dekat dengan Pelabuhan Tanjung Priok dan akses jalan tol dalam kota.
“Artinya, memindahkan (TBBM) ke lokasi lain bukan pilihan ideal,” sambung Toto.
Terkait hal itu pula, Toto mengusulkan Pemprov DKI dapat memanfaatkan beberapa sarana Rusunawa yang masih kosong, seperti di Manggarai dan Pulogebang sebagai sarana relokasi warga Plumpang.
“Praktik serupa pernah dilakukan, misal untuk relokasi eks warga sodetan Sungai Ciliwung . Jadi ini alternatif yang bisa dikerjakan,” terang dia.
Tidak hanya dengan K/L serta Pemda. Menurut Toto, dukungan aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diperlukan.
Baca juga: Update: Korban Meninggal Akibat Kebakaran Depo Pertamina Plumpang Jadi 29 Orang
Terutama, dari sisi pengawasan. ‘’Aspek pengawasan ke depan tentu bisa menggandeng aparat penegak hukum seperti Kejagung dan KPK,’’ ujar Toto.
Mengenai perlunya dukungan, sebelumnya juga disampaikan Pertamina.
Menurut BUMN tersebut, dalam penataan buffer zone , Pertamina membutuhkan dukungan sejumlah instansi. Di antaranya, Kemen BUMN, Kementerian ESDM, Kementerian ATR/BPN, TNI/Polri, Jaksa Agung, KPK, dan Pemprov DKI.
Dukungan Kemen BUMN, misalnya, dibutuhkan terkait persetujuan dalam membangun buffer zone.
Sedangkan dengan Kementerian ATR/BPN, guna memastikan status lahan dan lokasi yang akan dijadikan area penyangga sebagai ruang terbuka.
Begitu pula dengan TNI/Polri, dukungan dibutuhkan, dalam rangka cipta kondisi proses pengosongan lahan. Sedangkan Kejagung/KPK guna pendampingan dalam rangka memberikan santunan/kerohiman kepada warga terdampak.
Berbagai dukungan tersebut, tentu berdasarkan payung hukum yang ada.
Dukungan Pemprov DKI dalam memimpin pengosongan lahan, misalnya, sesuai Perpres Nomor 62/2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional dan Perpu No. 22/2022 tentang Cipta Kerja.