Terpaksa Laksanakan Perintah, AKBP Dody: Sejak Masuk Akpol Saya Didoktrin untuk Patuhi Atasan
Dody Prawiranegara mengaku terpaksa melakukan perintah dari Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa terkait penggantian sabu dengan tawas.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Kapolres Bukittinggi yang juga terdakwa kasus peredaran narkotika jenis sabu, AKBP Dody Prawiranegara mengaku terpaksa melakukan perintah dari Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa terkait penggantian sabu dengan tawas.
Pasalnya ia menyebut sejak lulus Akademi Polisi tahun 2001, dirinya selalu didoktrin untuk patuh dan taat kepada pimpinan dan negara.
"Yang pada akhirnya saya dengan sangat terpaksa saya melakukan perintah Kapolda tersebut. Sejak saya lulus Akpol 2001, saya selalu didoktrin untuk patuh dan taat kepada negara dan pimpinannya," kata Dody membacakan nota pembelaan atau pleidoi, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (5/4/2023).
Dody pun mengaku selama menjalankan tugas kepolisian, tak pernah mengecewakan pimpinan baik itu perintah penanganan berbagai perkara, termasuk kasus narkoba.
Oleh karena itu ia tak menyangka kepatuhannya selama bertugas dan melaksanakan perintah atasan justru berujung duduk di kursi pesakitan dan masuk pusaran kasus jual beli sabu dari barang bukti sitaan.
"Sebagai anggota Polri, tidak pernah terbayangkan sekalipun saya berada dalam situasi sebagai pelaku kejahatan. Sangat jauh dari pemikiran saya," katanya.
"Namun karena loyalitas saya pada orang yang salah, sehingga saya menjalankan perintah atasan yang salah dan membuat saya masuk dalam masalah besar yang menghancurkan hidup saya dan keluarga," pungkas Dody.
Sebagai informasi, eks Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara dituntut hukuman pidana penjara 20 tahun dan denda Rp2 miliar dalam kasus peredaran narkoba yang juga melibatkan kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa.
Jaksa menyatakan Dody terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan perbuatan Dody telah memenuhi empat unsur pidana berdasarkan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Narkotika.
Pertama, Dody dianggap terbukti memenuhi unsur setiap orang karena mampu menjawab seluruh pertanyaan Majelis Hakim dan JPU dengan baik. Sehingga tak ada alasan pembenar dan alasan pemaaf atas perbuatan yang dilakukan Dody.
Kedua, Dody dianggap memenuhi unsur tanpa hak atau melawan hukum. Pemenuhan unsur tersebut karena adanya fakta bahwa Dody menukar dan memperjual-belikan sabu bukan untuk pembuktian perkara, pelatihan, layanan kesehatan, dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan Pasal 7 dan 91 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ketiga, perbuatan Dody dianggap memenuhi unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya lebih dari 5 gram.
Terpenuhinya unsur tersebut berangkat dari fakta persidangan bahwa Dody telah menukar, menerima, menyerahkan, dan menjadi perantara dalam jual beli narkotika jenis sabu 5 kilogram.
Baca juga: Terjerat Kasus Narkoba, AKBP Dody Prawiranegara Minta Maaf kepada Presiden hingga Kapolri
Keempat, perbuatan Dody yang dilakukan bersama-sama terdakwa lainnya, yaitu Irjen Pol Teddy Minahasa, Linda Pujiastuti, dan Syamsul Maarif alias Arif membuatnya memenuhi unsur mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan.
"Menuntut menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Dody Prawiranegara selama 20 tahun," kata jaksa.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.