Merry Utami dapat Grasi dari Presiden Jokowi, Kini Lolos dari Hukuman Mati
Presiden Joko Widodo resmi memberikan grasi kepada terpidana mati kasus peredaran narkoba Merry Utami.
Penulis: Wahyu Aji
Hal ini menunjukan bahwa asumsi menimbulkan efek jera, setidaknya untuk kasus narkotika, menjadi tidak terbukti.
Penelitian Amnesty International terhadap kasus hukuman mati di dunia menunjukkan jumlah vonis hukuman mati yang dijatuhkan di Indonesia pada tahun 2021 sebagai salah satu yang terbanyak di kawasan Asia Pasifik.
Padahal, di saat yang sama, semakin banyak negara, termasuk negara-negara tetangga, telah mengambil langkah-langkah untuk menghapus penggunaan hukuman mati.
Amnesty International dengan tegas menentang hukuman mati untuk segala kasus tanpa terkecuali.
Terlepas dari siapa yang dituduh melakukan kejahatan, sifat kejahatan, bersalah atau tidak bersalah, ataupun metode eksekusi yang digunakan.
Meski demikian, Amnesty International tidak menolak penghukuman terhadap pelaku tindak kejahatan.
Apa pun jenis kejahatannya, apa pun latar belakang identitas pelakunya, bentuk hukuman kepada mereka harus bebas dari segala bentuk penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan derajat dan martabat manusia.
Perjalanan kasus
Merri Utami merupakan pekerja migran yang bekerja di Taiwan. Ia adalah pekerja biasa, seorang wanita yang mencari penghidupan di luar negeri.
Tapi hidupnya itu berubah menjadi petaka ketika mengenal seorang bernama Jerry.
Dalam pengakuan Merri, Jerry adalah seorang pria yang bersikap baik. Ia kemudian jatuh hati tanpa tahu Jerry adalah sindikat perdagangan narkoba internasional.
Merri tak curiga, karena Jerry yang mengaku warga Kanada itu juga sempat melarangnya kembali bekerja di Taiwan dan berjanji akan menikahi Merri.
Tak terbersit dalam pikiran Merri dibohongi oleh kekasihnya itu, karena mereka sebelum menikah sempat berlibur ke Nepal pada 17 Oktober 2001.
Jerry kemudian kembali lebih awal dari Nepal, mengaku ke Jakarta pada 20 Oktober 2001.