Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Kasus Narkoba Irjen Teddy Minahasa, Pengamat Duga Ada Upaya Saling Jegal Perwira Tinggi Polri

Setelah mendengar pleidoi Teddy Minahasa, Reza menduga ada aksi saling jegal di antara pejabat tinggi atau Pati Polri.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Soal Kasus Narkoba Irjen Teddy Minahasa, Pengamat Duga Ada Upaya Saling Jegal Perwira Tinggi Polri
TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA
Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa dituntut hukuman mati. Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang tuntutan terdakwa Irjen Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023). Pada sidang sebelumnya, Teddy Minahasa sempat mengatakan dirinya sama sekali tak merasa bersalah dalam kasus peredaran narkoba. TRIBUNNEWS 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa telah menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi di persidangan  dalam kasus peredaran narkoba.

Pledoi Teddy mendapat tanggapan dari berbagai pihak, termasuk Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel.

Setelah mendengar pleidoi Teddy Minahasa, Reza menduga ada aksi saling jegal di antara pejabat tinggi atau Pati Polri.

"Dugaan tentang ini pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai," kata Reza dalam keterangan resminya pada Jumat (14/4/2023) seperti dikutip dari Kompas.TV.

Baca juga: Sidang Pleidoi Teddy Minahasa Ungkap Kejanggalan, Pakar Psikologi Forensik Bilang Begini

Reza mengakui memang ada persaingan di tubuh Polri.

Namun jika persaingan itu dilakukan secara sehat maka hal itu lumrah terjadi dan masih bisa ditolerir.

Namun demikian, kata dia, jika persaingan dilakukan secara destruktif atau sabotase, maka situasi di tubuh Polri akan semakin buruk.

BERITA TERKAIT

Situasi itulah, yang menurut Reza, tengah terjadi setelah muncul dugaan adanya status tersangka yang dipaksakan terhadap Teddy Minahasa.

"Apabila antar-subgrup di dalam tubuh kepolisian itu bersaing dengan cara destruktif, maka hal tersebut bisa merusak kohesivitas organisasi kepolisian,” ucap Reza.

“Dan kalau institusi kepolisian sudah pecah belah, maka publik yang merasakan mudaratnya. Lebih-lebih, kalau sesama klik dan personel polisi saja bisa terjadi kriminalisasi.”

Reza berharap sinyal adanya sabotase ini dapat dilihat dari berbagai pihak, termasuk hakim yang mengadili perkara Teddy Minahasa, sehingga dapat memutuskan vonis yang adil untuk para terdakwa.

Ada Sutradaranya

Teddy Minahasa menduga ada pihak yang dengan sengaja merekayasa atau menjadi sutradara dalam kasus yang menjeratnya.

Pasalnya, ada beberapa hal yang dianggap janggal oleh mantan Kapolda Sumatra Barat itu.

Pertama, dua alat bukti penetapan Teddy sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan saksi yang juga tersangka. 

"Alat bukti elektronik berupa percakapan WhatsApp yang berasal dari hasil ekstraksi handphone milik tersangka lain, jadi bukan handphone milik saya."

"Bukti percakapan percakapan WhatsApp diperoleh dengan cara yang melanggar ketentuan Pasal 6 Undang-undang ITE di mana tidak dilakukan proses uji digital forensik sesuai dengan SOP yang benar yang menghasilkan alat bukti surat berupa hasil uji laboratorium digital forensik yang utuh dan tidak terpotong-potong," jelas Teddy Minahasa dalam nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023) dikutip dari Kompas Tv.

Apalagi, lanjut Teddy, ada pihak yang meminta petugas memotong-motong percakapan WhatsApp-nya.

"Kesaksian ahli digital forensik di Polda Metro Jaya, alasan memotong-motong hasil uji digital forensik adalah karena hasil koordinasi dengan penyidik dan berdasarkan laporan kemajuan, ini artinya bahwa konstruksi berpikir ahli digital forensik dan petugas laboratorium forensik adalah sesuai dengan dalam 'pesanan'.

"Seharusnya hasil laboratorium disajikan secara utuh, kemudian penyidik yang berwenang mengambil sampling bercakapan yang diperlukan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, jadi sejak laboratorium sudah dipotong-potong, sesuai dengan pesanan penyidik," kata Teddy.

Kedua, Teddy mempertanyakan dasar rilis yang mengatakan dirinya positif narkoba dan apa pula yang menjadi dasar untuk meralat bahwa dirinya negatif narkoba.

"Sebab hasil uji laboratorium atas sampel darah rambut dan urine saya itu dikeluarkan oleh laboratorium forensik pada 27 Oktober 2022."

"Sementara Humas Polri saat itu Irjen Pol Dedi Prasetyo merilis bahwa saya positif narkoba pada tanggal 14 Oktober 2022," ujar Teddy.

Karena itu, Teddy Minahasa berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan fakta tersebut dan memberikan vonis yang adil baginya.

Adapun Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut terdakwa kasus peredaran narkoba, mantan Kapolda Sumatera Barat, Teddy Minahasa, dengan pidana hukuman mati.

Menurut JPU, Teddy Minahasa terbukti terlibat dalam proses transaksi, penjualan hingga menikmati hasil penjualan sabu.

Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas