Kata Ustaz Abdul Somad soal Beda Hari Raya Idul Fitri 2023
Ustaz Abdul Somad (UAS) memberikan pandangannya terkait potensi perbedaan Hari Raya Idul Fitri 2023.
Penulis: Daryono
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Ustaz Abdul Somad (UAS) memberikan pandangannya terkait potensi perbedaan Hari Raya Idul Fitri 2023.
Dikatakan UAS, sesuai dengan hadis Rasulullah SAW, pada Kamis (20/4/2023) atau 29 Ramadhan, diperintahkan untuk melihat anak bulan atau hilal.
Hadis yang dimaksud berbunyi:
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
“Jika kalian melihat hilal, maka ber puasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1906 dan Muslim no. 1080)."
"Hari Kamis sore diperintahkan shumuu liru’yatihi wa afthiru liru’yatihi. Berpuasalah karena menengok anak bulan dan berhari rayalah karena mengenok anak bulan. Jadi, hari Kamis 29 Ramadhan petang sebelum matahari tenggelam, menengok anak bulan, bahasa arabnya hilal. Dipasangan teropong dari Sabang, Aceh hingga Papua," kata UAS dalam video di akun Youtube Ayo Belajar Islam, dikutip Tribunnews.com, Kamis.
Baca juga: Hasil Sidang Isbat Idul Fitri 2023, Lebaran Tanggal 21 April atau 22 April? Cek di Sini
UAS melanjutkan, teropong untuk memantau hilal itu dipasang di tempat-tempat luas seperti di tepi laut. Sementara di luar negeri seperti di Saudi Arabia dan Maroko, pengamatan hilal dilakukan di gurun pasir.
Apabila hilal tidak terlihat, sesuai hadis Nabi, maka puasa Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari. Sehingga pada Jumat (21/4/2023), masih berpuasa Ramadhan di hari ke-30 Ramadhan.
"Kalau Kamis petang itu tak nampak anak bulan, sempurnakanlah puasa tiga puluh hari. Berarti hari Jumat kita puasa 30 Ramadhan. Hari Rayanya berarti hari Sabtu. Jadi menunggu Sidang Isbat. Itu kalau metode yang dipakai metode rukyah," jelas UAS.
UAS mengatakan terdapat satu lagi metode yang dipakai yaitu metode hisab.
Dalam metode hisab itu, terdapat perbedaan kriteria disebut bulan baru antara Muhammadiyah dan MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura).
"Hisab artinya hitung. Dihitung ketinggian di atas ufuk. Maka saudara-saudara kita dari Muhammadiyah menetapkan walaupun satu derajat, walaupun 0,5 derajat asal ada hilal itu sudah dianggap sebagai hilal. Sedangkan MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura) sepakat baru dianggap anak bulan kalau tiga derajat," ungkapnya.
Dikatakan UAS, negara lain seperti Turki bahkan menerapkan kriteria lebih tinggi yakni dianggap anak bulan apabila ketinggiannya enam derajat.
Baca juga: Populer Internasional: Zelensky Kunjungi Perbatasan Belarus - Arab Saudi Pantau Hilal Hari Ini
Terkait perbedaan itu, UAS meminta Umas Islam saling menghormati.
"Kita tinggal di negara dengan penuh kebhinekaan suku agama termasuk organisasi sosial yang berijtihad masing-masing. Jikalau ada masyarakat ikut Muhammadiyah, kita hormati hari rayanya hari Jumat."
"Kalau kebetulan ibu bapak ikut metode rukyah mana tau berbeda nanti, berarti hari rayanya Sabtu." jelasnya.
(Tribunnews.com/Daryono)