Tuntutan Teddy Minahasa Dinilai Salah Pasal, Praktisi Hukum: Hakim Harus Putuskan Tanpa Keraguan
Praktisi hukum, Erwin Kallo, menilai bahwa pasal yang didakwakan kepada Teddy Minahasa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) salah.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi hukum, Erwin Kallo, menilai bahwa pasal yang didakwakan kepada Teddy Minahasa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) salah.
Pernyataan Erwin mendasar pada fakta-fakta persidangan yang tidak sesuai dengan fakta yang ada. Dengan demikian dakwaan JPU batal demi hukum.
"Kalau dakwaan sampai tuntutan pasalnya tidak sesuai dengan fakta yang ada, tidak cocok dengan kejadiannya, maka dakwaannya itu batal demi hukum. Karena pasal itu harus sesuai dengan apa yang terjadi di persidangan fakta hukumnya," kata Erwin dalam keterangannya, Senin (1/5/2023).
Jika dakwaan batal demi hukum maka menurut Erwin, Teddy harusnya bebas dari segala dakwaan JPU.
Hal ini dikarenakan JPU telah menggunakan pasal yang salah dalam perkara ini.
"Jadi jawabannya adalah jika salah pasal, pasal yang dituntutkan itu tidak cocok dengan persidangan, maka dakwaan dan tuntutan itu harus batal demi hukum, berarti harus dibebaskan," imbuhnya.
Menurut Erwin, ini harus menjadi catatan penting untuk majelis hakim dalam menjatuhkan putusan hukum terhadap Teddy.
Menurutnya, sebuah putusan hakim harus bebas dari keragu-raguan apalagi kesalahan demi penegakan keadilan.
"Peradilan yang diputuskan berdasarkan asumsi-asumsi, tidak berdasarkan fakta hukum dan bukti-bukti yang sah. Kalau hakim memutuskan 15 tahun, 20 tahun, berarti hakim itu ragu. Hakim yang memutuskan tanggung gitu, itu ada keraguan. Padahal seharusnya tidak boleh ada keraguan dalam hukum. Ini tidak sah dan tidak meyakinkan," kata dia.
Sebelumnya Teddy Minahasa dituntut JPU dengan Pasal 114 (2) atau Pasal 112 (2) UU Narkotika.
Para ahli hukum pidana yang hadir sebagai saksi ahli, seperti Prof. Dr. Elwi Danil, Dr. Eva Achjani Zulfa, dan Dr. Jamin Ginting, akan hal ini.
Dalam persidangan para saksi ahli tersebut menyatakan bahwa tuntutan JPU terhadapnya dalam perkara ini salah pasal.
Seperti diketahui, menurut keterangan para ahli tersebut jika seorang polisi atau penyidik yang melakukan pelanggaran tentang tata cara penyimpanan dan penyisihan barang bukti narkotika di luar jangka waktu dan di luar ketentuan, maka hal tersebut merupakan delik propria sehingga tunduk pada Pasal 140 UU Narkotika.
"Bukan Pasal 114 (2) atau Pasal 112 (2) UU Narkotika. Dan atas kesalahan penerapan pasal dalam Surat Dakwaan tersebut berdampak pada Surat Dakwaan batal demi hukum," beber Teddy Minahasa mengutip keterangan para ahli di persidangan, Jumat (28/4/2023).
Berdasarkan uraian tersebut, menurut Teddy, JPU telah bersikap tidak profesional karena telah gegabah menggunakan pasal yang salah terhadapnya dalam perkara ini.
Pendapat tersebut menurut Teddy sangat mendasar pada beberapa hal.
Baca juga: Teddy Minahasa Sebut Tuntutan JPU Tidak Berbobot, Ahli Psikologi Forensik Bilang Begini
"Pertama, jaksa penuntut umum jelas tidak memahami apa makna unsur pasal 'menukar' pada Pasal 114 (2) UU Narkotika. Kedua, klaim telah menukar sabu dengan tawas oleh Syamsul Maarif perlu 'pembuktian yang sempurna', salah satunya diawali dari proses pemusnahannya. Proses penukarannya saja tidak 'dibuktikan secara sempurna' oleh penyidik dan jaksa penuntut umum," kata Teddy.
"Ketiga, 'jaksa penuntut umum telah bersikap seperti dukun atau paranormal' dengan mengatakan bahwa saksi-saksi saat pemusnahan tidak perlu diperiksa karena akan sia-sia dan sama halnya dengan membuang garam ke laut," imbuhnya.