Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kemenkes Tampung Tuntutan Dokter dan Nakes Soal Penolakan RUU Kesehatan

Kemenkes mengatakan pihaknya menampung aspirasi perwakilan dokter hingga tenaga kesehatan yang menuntut dihentikannya pembahasan RUU Kesehatan.

Penulis: Naufal Lanten
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Kemenkes Tampung Tuntutan Dokter dan Nakes Soal Penolakan RUU Kesehatan
Tribunnews.com/ Naufal Lanten
Sekretaris Jenderal Kemenkes Kunta Wibawa saat bertemu dengan perwakilan organisasi profesi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), di kantor Kemenkes, Jakarta, Senin (8/5/2023). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan pihaknya menerima dan menampung aspirasi perwakilan dokter hingga tenaga kesehatan yang menuntut dihentikannya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law.

Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Kemenkes Kunta Wibawa saat bertemu dengan perwakilan organisasi profesi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Diketahui, kelima perwakilan organisasi profesi kesehatan tersebut menggelar unjuk rasa di kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (8/5/2023).

“Jadi semua masukan kita dengarkan. Kami akan diskusikan,” kata Kunta Wibawa saat aduiensi tersebut.

Kunta menyatakan bahwa pembahasan RUU Omnibus Law mesti diletakkan sebagai kepentingan masyarakat, bukan hanya untuk organisasi apalagi pribadi.

"Ujungnya adalah untuk masyarakat itu intinya. jangan hanya untuk organisasi atau untuk kepentingan pribadi, atau kepentingan siapapun, tapi untuk kepentingan masyarakat," ucapnya.

Baca juga: IAI: RUU Kesehatan Terburu-buru, Tak Dengarkan Masukan Organisasi Profesi

BERITA REKOMENDASI

Menurutnya, pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law merupakan salah satu bentuk transformasi kesehatan yang memang mesti dilakukan.

Terlebih lagi, sambung Kunta, setelah Indonesia melewati masa pandemi Covid-19.

"Pengalaman kita dengan Covid itu mengajarkan itu. Sehingga dukungan dari semua pihak itu justru yang harus kita kedepankan," ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua 2 PB IDI dr Mahesa Paranadipa Maikel menyatakan bahwa protes lima organisasi dokter ini pun dilakukan untuk kepentingan masyarakat.

Baca juga: Polemik RUU Kesehatan: Ancaman Dokter dan Nakes jika RUU Disahkan hingga Karangan Bunga Penuhi Monas

"Jangan komitmen organisasi, ini kepentingan masyarakat juga. Bersama-sama kita," ujarnya.


Sebelumnya, massa dari elemen tenaga kesehatan yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).

Ribuan tenaga kesehatan itu menuntut Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibuslaw.

Juru Bicara Aksi Damai IDI, Dokter Beni Satria mengatakan bahwa sejumlah tenaga kesehatan yang hadir di Patung Kuda meminta untuk tidak mengesahkan Undang-undang Kesehatan dalam Omnibuslaw.

Beni menyebut bahwa ada sejumlah masyarakat yang nantinya akan terdampak atas pelayanan kesehatan jika undang-undang kesehatan di Omnibuslaw disahkan.

"Kita sudah memberikan masukan tetapi telah banyak informasiinformasi yang kita dapatkan bahwa RUU ini akan segera disahkan," ujar dokter Beni, Senin (8/5/2023).

"Ada hal-hal yang akan mencederai hak-hak masyarakat atas pelayanan kesehatan. Bahwa hak pelayanan kesehatan sudah di atur dalam undang-undang," lanjut dia.

Beni menjelaskan bahwa ketika undang-undang kesehatan resmi di sahkan nantinya, maka dalam undang-undang itu akan ada penghilangab anggaran 10 persen untuk tenaga kesehatan.

"Kita sangat tidak setuju dengan tim pemerintah yang menghapuskan anggaran 10 persen yang sudah dibuat dalam draft RUU," ucapnya.

Selanjutnya, kata dia, ada pasal kriminalisasi yang nantinya akan terjadi kepada tenaga kesehatan dalam undang-undang kesehatan tersebut.

Beni menyebut hal itupun sudah kerap terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.

"Kesembuhan pasien tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab dokter, sarana dan prasarana juga harus ada, pemeriksaan alkes dari laboratorium harus sesuai standard, dan dokter tidak mungkin mengobati, mendiagnosa suatu penyakit tanpa didukung alat-alat penunjang yang baik, seperti rontgen, usg kemudian laboratorium, tidak bisa dokter bukan berpraktek," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas